Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Pengaduan Layanan Konsumen masih Rendah

Puput Mutiara
20/4/2018 11:15
Pengaduan Layanan Konsumen masih Rendah
Operator merespons telepon dari konsumen di pusat layanan pengaduan konsumen BPKN-Kemendag, Jakarta.(ANTARA/Yudhi Mahatma)

MASYARAKAT Indonesia selaku konsumen cenderung enggan melaporkan masalah yang dihadapi. Padahal, ada banyak lembaga pengaduan konsumen, salah satunya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Ketua BPKN Ardiansyah Parman mengatakan, sejak September 2017 hingga saat ini, jumlah pengaduan layanan konsumen hanya sekitar 160-an. Itu pun didominasi oleh pengaduan masalah perumahan menyangkut kepemilikan ataupun pengelolaan.

“Yang paling lemah dari konsumen di Indonesia itu banyak yang tidak berani mengadukan permasalahan. Padahal, ada banyak saluran,” ujarnya dalam jumpa pers Pekan Perlindungan Konsumen Nasional di Jakarta, kemarin.

Hasil survei Kementerian Perdagangan yang dilakukan di 13 provinsi pada 2016 menunjukkan indeks keberdayaan konsumen (IKK) sebesar 30,8%. Dari berbagai komponen yang ada, kemampuan mengadukan keluhan merupakan yang terendah.

Menurutnya, itu terjadi lantaran dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang relatif masih rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang umumnya memiliki kesadaran konsumen yang juga makin tinggi. “Ibarat seharusnya sudah di level lima kita masih di tingkat dua. Nah, di sinilah peran kita semua untuk mengedukasi masyarakat agar menjadi konsumen yang cerdas,” ucapnya.

Terlepas dari itu, ungkap Ardiansyah, mayoritas pengaduan yang masuk ke BPKN dapat terselesaikan tanpa harus sampai ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Itu artinya masyarakat tidak perlu khawatir melaporkan masalahnya ke lembaga pengaduan konsumen.

Ia menegaskan BPKN bukanlah lembaga yang berwenang untuk mengeksekusi. Pihaknya hanya bertindak sebagai mediator pun sekadar memberikan rekomendasi kepada pemerintah menyangkut masalah regulasi dan pengawasan. “Jadi, kami tidak bisa memberikan sanksi atau langsung mengeksekusi,” tandasnya.

Peran pelaku usaha
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adi S Lukman menekankan proses penyelesaian yang dilakukan harus berimbang dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan. “Artinya tidak berpihak pada salah satu, baik konsumen maupun pelaku usaha,” ucapnya.

Lain hal jika masalah terkait pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajibannya. Menurut Adi, itu hanya dapat diselesaikan dengan melibatkan pihak pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). “Kami selaku asosiasi hanya bisa mengintervensi untuk pembinaan. Yang berhak menjatuhkan sanksi itu dari Badan POM kalau untuk makanan dan minuman,” jelas Adi.

Namun, ia berpesan kepada para pelaku usaha selain dapat memenuhi kewajiban juga ikut serta membantu memberikan edukasi kepada masyarakat agar menjadi konsumen yang cerdas. Dengan begitu, akan berimbas pada kemajuan perekonomian Indonesia.

“Kalau konsumennya ­cerdas, produsennya mau tidak mau termotivasi menciptakan produk yang berkualitas dan legal sehingga masyarakat akan beli produk buatan Indonesia,” pungkasnya. (S-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya