Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Kolam untuk Pengolahan Limbah Kotoran Sapi

Zuq/TB/X-7
07/4/2018 08:00
Kolam untuk Pengolahan Limbah Kotoran Sapi
(MI/M Taufan SP Bustan)

ALAT berat itu masih terus bekerja. Seperti cangkul raksasa, ia mengeruk tanah di hadapannya. Tanah yang semula rata pun berubah bentuk menjadi tidak keruan.

Tiap kali tangan besi raksasa itu mengeruk, air pun merembes dari dinding-dinding tanah bekas kerukan. Tanpa jeda, alat itu bekerja terus. Hasilnya, tiga petak tanah itu sudah berbentuk kolam meski belum sempurna.

Luasan ketiga kolam itu sekitar 25 meter x 30 meter dengan kedalaman 3 meter. Ketiga kolam itulah yang nantinya digunakan sebagai tempat pengolahan limbah kotoran ternak dari Kampung Citawa, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Kotoran-kotoran ternak dari desa tersebut termasuk yang dibuang ke Sungai Citarum.

Beberapa ratus meter dari lokasi pengerjaan tampak sebuah perkampungan cukup padat. Perkampungan itu mudah dijangkau dengan pandangan mata sebab lokasinya lebih tinggi daripada tempat pengerjaan proyek. Jalan tanah berbatu selebar satu mobil itu pun menjadi pintu masuk kampung. Tepat di samping jalan, selokan kecil melajur menurut alur jalan. Airnya keruh (tidak jernih) mengalir lancar. Itulah hasil dari buangan kotoran ternak.

Kampung Citawa terletak tidak jauh dari hulu Sungai Citarum, Situ Cisanti. Kampung tersebut masuk wilayah Sektor 1 (dari 12 sektor) yang menjadi sasaran penataan hulu Sungai Citarum.

"Citawa ini tempat sapi sama rumah berdekatan. Tidak ada tempat untuk pembuangan. Makanya kita cari tempat untuk menampung semua limbah-limbah dari Citawa, kita alihkan ke tempat kolam-kolam yang kita buat ini," terang Komandan Sektor 1 Citarum Harum Kolonel Infanteri Catur Gunanto kepada Media Indonesia, pekan lalu.

Saat melongok ke dalam kampung, memang benar terlihat begitu banyak kandang sapi perah. Tidak ada lagi jarak antara rumah dan kandang sehingga jangankan membuat tempat penampung kotoran sapi, ruang untuk ternaknya saja sangat terbatas. Bahkan, rumah penduduk pun harus rela berbagi jarak dengan kandang sapi.

Hampir semua penduduk kampung itu berprofesi sebagai peternak sapi perah, tetapi baru 135 menjadi anggota Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pengalengan.

"Itu yang termasuk anggota. Masih ada yang belum termasuk anggota," ujar Pajang Sudrajat, 46, dengan bahasa Indonesia campur Sunda.

Dibuang di selokan

Persoalan yang kemudian muncul ialah tidak ada tempat pembuangan limbah ternak. Kotoran sapi menjadi permasalahan baru. Kotoran sapi dibuang begitu saja di selokan.

"Enggak ada tempat pembuangan. Tempatnya sempit," tambah Pajang yang memiliki 10 ekor sapi.

Akibatnya, selokan menjadi sangat tercemar dengan kotoran ternak. Bayangkan di Citawa terdapat seribuan sapi yang kotorannya dibuang di selokan. Mereka cukup menyemprot kotoran sapi dengan air. Air itu lalu dialirkan ke selokan.

Pajang mengaku senang dengan pengadaan tempat pengolahan limbah yang sedang dikerjakan para prajurit TNI dari Kodam Siliwangi. Dengan begitu, limbah akan terkumpul dalam satu tempat.

"Bagus, jadi kesaring ke sananya. Jadi waduk itu menampung semua di situ," tambahnya.

Tiga kolam pengolahan itu nantinya ditargetkan agar bisa mengatasi masalah limbah ternak. Bahkan, pada kolam terakhir, limbah telah ternetralisasi sehingga bisa dipakai untuk kolam ikan sebab di situ rencananya akan dibuat menjadi area wisata memancing dan ditambah dengan arena wisata lain.

"Kita tata untuk bisa buat rekreasi juga. Biar bisa buat penghasilan masyarakat," tambah Catur.

Menurutnya, penataan Sungai Citarum tidak mungkin bisa sukses tanpa melibatkan masyarakat sekitar. Sebabnya, mereka juga terkait dengan soalan ekonomi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya