Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Pembatasan Gawai Untuk Anak Diapresiasi

Thomas Harming Suwarta
04/3/2018 16:55
Pembatasan Gawai Untuk Anak Diapresiasi
(ANTARA FOTO/ Dewi Fajriani)

UPAYA pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerbitkan peraturan bersama pembatasan gawai pada anak-anak mendapat dukungan dari psikolog anak.

Pembatasan gawai pada anak-anak dinilai akan membantu mengurangi dampak negatif yang banyak ditimbulkan akibat pemakaian gawai yang bebas pada anak-anak.

"Pada prinsipnya kita tentu setuju. Bahkan khusus untuk anak 0-12 tahun tidak perlu memakai dulu hanya sebatas pengenalan saja dan tentu harus ditemani oleh orang tua mereka," kata Direktur Lentera Insan Child Development & Education Center, Fitriani FS di Jakarta, hari ini.

Fitriani menjelaskan, gawai hari ini memang menjadi kebutuhan yang banyak membantu anak-anak apabila pemanfaatannya diarahkan pada hal-hal yang mendidik.

"Tetapi pada kenyataannya membiarkan anak itu sendiri memegang gawai banyak informasi yang secara tidak sengaja bisa dilihat dan lama kelamaan oleh si anak dianggap hal biasa karena kuatnya daya tiru pada anak semisal konten kekerasan atau pornografi dan pornoaksi. Ini yang berbahaya," jelas Dosen Fakultas Psikologi dan Pendidikan Universitas Al Azhar Indonesia tersebut.

Dalam banyak kasus anak yang terlibat pornografi dan pornoaksi serta kekerasan, terbukti karena mendapat tontonan dari gawai yang mereka pegang.

"Perlahan-lahan anak tersbeut diarahkan pada hal-hal yang dia tonton lalu melakukannya pada anak lain. Jangan lupa bahwa rata-rata anak yang terpapar pornografi cenderung melakukan hal yang sama pada rekan-rekannya," kata Fitriani.

Sama halnya pada anak usia SMP menurut dia pemakaian gawai sedapat mungkin harus dibatasi oleh orang tua dan guru. "Apalagi usia SMP dengan tingkat agresivitas yang sudah mulai tumbuh dengan fungsi reproduksi yang mulai berkembang maka apa yang mereka tonton melalui gawai akan sangat memengaruhi otak dan perkembangan mereka. Jika anak sudah terbiasa dengan menonton pornografi misalnya maka dia akan cenderung akan menjadi ketergantungan dan pasti sangat berpengaruh pada relasi sosialnya," ujar Fitriani.

Hal yang bisa dilakukan oleh orang tua atau guru misalnya ialah memberikan pendampingan dan pengawasan pada saat anak memakai gawai sampai pada saatnya jika dia sudah cukup dewasa bisa diberi kepercayaan untuk memegang gawai sendiri.

"Pada orang dewasa saja jika sudah terbiasa dengan konten pornografi itu berpengaruh pada rusaknya otak dan dampak psikologis yang lain, maka bisa dibayangkan jika itu terjadi sejak anak-anak maka akan sangat berbahaya," pungkasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik