Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Kita Semua Pemuda Indonesia

Siti Retno Wulandari
11/2/2018 10:52
Kita Semua Pemuda Indonesia
(MI/RAMDANI)

SUASANA di belakang panggung peragaan busana sangat ramai dan sibuk. Namun, perhatian terpusat di satu orang, Susan Budihardjo. Susan tengah menyiapkan pementasan busana karya anak didik di Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo. Sudah 38 tahun, ia berkiprah sebagai tenaga pendidik sekaligus pendiri sekolah mode yang telah melahirkan banyak perancang kenamaan, seperti Sebastian Gunawan, Eddy Betty, Sofie, Didi Budiardjo, juga Denny Wirawan.

Susan mulai belajar tata busana di Jerman. Ia memilih Jerman karena hanya negara itu yang menggratiskan biaya sekolah dan ketentuan bebas visa. Perempuan keturunan Tionghoa itu mengakui dirinya bukan berasal dari keluarga berada yang bisa bebas memilih tempat menimba ilmu, melainkan tak lama, Susan pindah sekolah ke London dan bertahan hingga 1,5 tahun. Setelah itu, Kanada menjadi tujuan berikutnya mencari ilmu baru seputar tata busana. Lima tahun berkelana mencari ilmu di luar negeri, Susan segera kembali ke Indonesia. Memberi kebebasan, menjadi salah satu cara Susan untuk mendidik para perancang junior, alasannya karena setiap orang sudah memiliki karakter sendiri.

"Sebenarnya, saya tidak mau sekolah ke luar negeri, tetapi saat itu tidak ada pilihan sekolah di sini. Ingin tahu banyak sekolah, banyak pelajaran, dan ilmu yang langsung saya bawa kembali ke Indonesia," ujar alumnus sekolah mode Asride (ISWI) saat ditemui di Ciputra Artpreneur Jakarta, Jumat(9/2).

Kala itu profesi perancang belum segaung saat ini. Namun, Susan ingin membagikan ilmunya kepada mereka yang memiliki gairah pada dunia fesyen. Sempat ditertawakan, tetapi ia tak menghentikannya menyebarkan ilmu menjadi salah satu aksi sosial yang bisa ia berikan untuk negeri. Kini sudah banyak sekali lulusan sekolah mode LPTB Susan Budihardjo yang membawa nama Indonesia sejajar dengan kemampuan para perancang ternama dunia.

Meskipun terlahir sebagai seorang keturunan Tionghoa, Susan merasa berbagi pada negeri sudah menjadi kewajibannya. Ia pun mengaku tak pernah mendapatkan perilaku tidak menyenangkan karena dirinya merupakan seorang keturunan. Ia pun tak rendah diri untuk bisa berkarya serta membuktikan kepada orang banyak. Selain memberikan ilmu, ia juga memberikan wadah bagi para lulusan baru LPTB agar mereka tidak kebingungan ketika tercebur langsung pada dunia tata busana.

"Biar karya yang berbicara, kenapa harus takut berbagi ilmu, kita enggak boleh besar kepala harus terus mau belajar. Sudah sejatinya sebagai WNI punya kontribusi tidak pandang suku, agama, ataupun ras, punya hak yang sama. Saya bersyukur, di dunia fesyen tidak ada pembedaan perilaku pada siapa pun," ungkapnya sembari menerangkan detail pekerjaan murid-murid yang terpasang menjadi karya instalasi.

Berbagi
Pandangan yang sama juga dilontarkan founder start-up Bridestory Kevin Mintaraga. Tanpa peduli apakah anak muda itu keturunan Tionghoa atau bukan, berhak berperan memajukan Indonesia.

"Mau Tionghoa atau bukan, kita semua pemuda Indonesia. Tentunya kita berharap yang terbaik buat Indonesia. I believe, negara kita punya potensi yang luar biasa dengan anak-anak muda sekarang yang mampu mengerakan masa depan kita bersama," katanya.

Kevin mencetuskan program A Blessing to Share, yakni Bridestory berkolaborasi dengan Food Cycle, organisasi nirlaba yang berfokus mendistribusikan makanan kepada mereka yang membutuhkan, terutama di Jakarta. Sebagai upaya mengurangi angka kelaparan.

"Melalui A Blessing to Share, Bridestory dan Food Cycle mendorong para calon pengantin dari seluruh Jakarta untuk menyumbangkan surplus makanan mereka untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan sehingga momen istimewa mereka dapat menjadi hari bahagia bagi orang lain juga," paparnya.

Program kami juga didukung Go-Jek melalui layanan Go-Send dan Go-Box. Go-Jek akan membantu mengumpulkan dan mengirimkan makanan surplus dari venue pernikahan ke tempat penampungan makanan, makanan akan diidentifikasi diperiksa kualitasnya sebelum didistribusikan.

"Tentunya melihat senyum kebahagiaan dari mereka yang menerima ransum memberikan kebahagiaan yang lebih dalam hati. Seperti pepatah mengatakan, lebih baik memberi daripada menerima," lanjutnya.

Kembali
Seperti Susan dan Kevin yang sempat mengenyam pendidikan di luar negeri, Antonius Richard Rusli, 25, arsitek muda Indonesia yang sudah melanglang buana ke luar negeri memutuskan kembali ke Indonesia untuk membantu Indonesia. Sejumlah penghargaannya pun diraihnya hingga ia berkesempatan bekerja sebagai Architectural Designer, di WOHA Architecture, Singapore selama 3,5 tahun. Kesempatannya untuk bekerja di luar memang sangat besar baginya, apalagi ia punya keahlian yang bisa ia jual di negara tersebut.

Namun kini, ia kembali ke Indonesia, tepatnya Juli 2017. Selain karena masalah keluarga yang ia harus selesaikan, ia juga yakin bahwa Indonesia tempat terbaiknya untuk tinggal maupun berkarya. Ia kemudian mendirikan sebuah biro arsitek, ia lebih mengedepankan desain khas Indonesia dalam setiap karyanya.

Padahal, bila melihat masa lalunya, mahasiswa Arsitektur di Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, Jawa Barat, ini mendapatkan penolakan untuk membuat sanitasi senter dan beberapa masjid. Namun, yang diterimanya justru berbeda, masyarakat sekitar malah memandangnya sebelah mata.

"Mungkin salah satunya saya Tionghoa dan bukan mayoritas juga, sehingga mereka takut. Saya enggak bisa nyalahin mereka juga, mungkin takut kristenisasi atau bahkan mungkin ingin mengambil tanahnya untuk bisnis," kata Antonius, Rabu (7/2), di Rumah sekaligus tempat kerjanya, di Puri Kembangan Jakarta Barat.

Cara mereka berkontribusi memang berbeda-beda. Namun, hanya satu alasan mereka melakukannya. Untuk Indonesia karena mereka pemuda Indonesia. (Wan/FD/M-4)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik