Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

SMRC: Mayoritas Warga Akui Hak Hidup Kaum LGBT

Putri Rosmalia Oktaviyani
26/1/2018 11:20
SMRC: Mayoritas Warga Akui Hak Hidup Kaum LGBT
(ANTARA/Yudhi Mahatma)

SEBANYAK 87,6% masyarakat menganggap gaya hidup lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) sebagai ancaman. Meski demikian, 57,7% masyarakat tetap mengakui kaum LGBT tetap memiliki hak hidup yang sama di Indonesia. Sebanyak 50% masyarakat berpendapat jika pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi mereka dari ber­bagai potensi ancaman dan dis­kriminasi.

Demikian hasil jajak pendapat yang dilakukan Saiful Mujani Re­search and Consulting (SMRC). Survei yang dilakukan pada Maret 2016, September 2017, dan Desember 2017 itu diikuti 1.220 responden, terdiri atas laki-laki dan pe­­rempuan dari beberapa rentang usia, latar belakang agama, dan etnik yang berbeda di 34 provinsi.

“Ini kabar menggembirakan bagi mereka yang percaya demokrasi dan HAM. Jadi, bisa dilihat masih ada toleransi di masyarakat Indonesia,” ujar peneliti senior Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Ade Armando, dalam pemaparan di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, kecenderungan publik yang berpendapat bahwa LGBT punya hak hidup di Indone­sia tersebar di antara semua kelompok publik berdasarkan kate­gori gender pria dan perempuan, tempat tinggal di perkotaan dan pedesaan, agama, etnik, usia, tingkat pendidikan, tingkat penghasil­an, dan pekerjaan.

Dikatakan Ade, secara umum, dalam survei SMRC itu, mereka yang berusia antara 22 dan 25 tahun merupakan kelompok masyarakat yang paling ramah terhadap kelompok LGBT. Sementara itu, kelompok usia di atas 50 tahun pa­ling rendah soal penerimaannya.

“Semakin muda, semakin menerima LGBT. Semakin tua seseorang, semakin dia tidak bisa menerima. Begitu juga dengan tingkat pendidikan, semakin tinggi maka akan semakin menerima keberagaman,” imbuh Ade.

Meski pengakuan atas hak hidup LGBT tinggi, mayoritas masyarakat Indonesia enggan untuk memiliki pemimpin LGBT. Dalam survei ter­sebut, 90% responden menyatakan tidak setuju bila memiliki bupati, gubernur, atau presiden da­ri kaum LGBT.

Pakar Komunikasi Universitas Atmajaya Yogyakarta, Dina Listiorini, mengatakan meski dalam survei tersebut masyarakat mengakui hak kaum LBGT sebagai warga negara, hingga saat ini diskriminasi masih rentan dialami mereka. “Kelompok LGBT ren­tan kriminalisasi oleh penegak hukum dan diskriminasi dari internal keluarga,” ujar Dina.

Rentan politisasi
Antropolog Universitas Indonesia, Irwan Hidayana, mengatakan LGBT merupakan isu yang kerap dipolitisasi. Tidak jarang kalangan politisi turut aktif bersuara terkait dengan LGBT setelah isu tersebut santer diberitakan.

“Sebagian kalangan politik pun turut bergabung dalam gerak­an ini, baik dalam berbagai pernyataan publik dalam pidato, diskusi, pernyataan kepada media, maupun ke beberapa upaya legislasi,” ujar Irwan.

Seperti belakangan ini, isu LGBT kembali ramai diperbincangkan setelah Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materiil KUHP tentang Zina dan Hubungan Sesama Jenis yang tercantum pada Pasal 284 tentang Perzinaan, Pasal 285 tentang Pemerkosaan, dan Pasal 292 tentang Homoseksual. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya