Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Perkuat Keterlibatan Warga dalam Kelola EBT

MI
25/1/2018 11:41
Perkuat Keterlibatan Warga dalam Kelola EBT
(Petugas PLN berjalan di area Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kupang di Desa Oelpuah, Kabupaten Kupang, NTT, Kamis (20/7)---ANTARA/Widodo S. Jusuf)

LAMBATNYA perkembangan ­energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia, antara lain karena masih lemahnya kelembagaan di masyarakat. Selain itu, kurangnya dorongan dan dukungan pemerintah untuk melakukan edukasi dan pengawasan di lokasi pengembangan EBT juga menjadi penyebab telantarnya banyak unit pembangkit listrik EBT.

“Untuk memperkuat kelembagaan di masyarakat agar prog­ram bisa berjalan, itu menjadi salah satu pekerjaan rumah dan tugas pemerintah,” kata Direktur Energi, Telekomunikasi, dan Informatika Badan Perencanaan Pembangunan nasional (Bappenas) Rachmat Mardiana saat acara pembukaan Proyek Terang di Annex Building, Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan, minimnya kelembagaan dengan kapasitas manajerial yang baik di masyarakat membuat unit pembangkit EBT tidak terurus. Akibatnya, alat EBT tidak dapat digunakan maksimal, bahkan rusak.

Sejak 2011 hingga 2017, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) membangun 686 unit pembangkit listrik EBT senilai Rp3,01 triliun dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pembangkit tersebut umumnya dibangun di daerah terpencil, terisolasi, dan belum terjangkau aliran listrik PLN. Sumber pembiayaannya berasal dari APBN dan bukan investasi swasta.

Dari 686 untuk pembangkit listrik EBT tesebut, sebanyak 68 di antaranya dengan nilai Rp305 miliar mengalami kerusakan ringan dan berat. Yang mengalami rusak ringan tercatat 55 unit senilai Rp261 miliar, sedangkan 13 unit lainnya senilai Rp48,85 miliar rusak berat dan tidak dapat lagi beroperasi.

“Sistemnya memang harus diperbaiki. Nanti selain ada upaya dukungan dana, infrastruktur, dan teknologi, masyarakat juga akan diedukasi mulai dari perencanaan hingga pemeliharaan. Misalnya, bisa dibentuk koperasi dan BUMD (badan usaha milik daerah). Hal itu sekaligus agar EBT bisa dimanfaatkan untuk kegiatan bernilai ekonomi,” kata Rachmat.

Sementara itu, Direktur Regional Hivos Asia Tenggara Biranchi Upadhyaya mengatakan, upaya bersama antara pemerintah dan sektor lain sangat penting dalam mempercepat jangkauan dan perkembangan energi terbarukan. Hal tersebut bukan hanya untuk memenuhi hak warga negara dalam memperoleh pasokan energi, melainkan juga untuk meningkatkan mata pencaharian mereka.

“Ini sangat penting karena masih banyak masyarakat yang tinggal di pedalaman tidak bisa merasakan keuntungan teknologi dan tenaga sumber daya akibat ketiadaan akses,” ujar Biranchi.

Menurutnya, aliran anggaran dari investor harus dimanfaatkan pemerintah. Hal itu dapat mempercepat kinerja dan pemerataan akses listrik melalui EBT semakin mungkin tercapai. (Pro/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya