Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
DUNIA pewayangan memang dekat dengan bangsa ini, terutama bagi masyarakat Jawa. Tidak hanya menyajikan cerita yang menarik, tetapi banyak pula ajaran tentang kehidupan yang tak lekang oleh zaman tersimpan di dalamnya. Di sisi lain, pertunjukan wayang juga tidak bisa dianggap sepele karena di dalamnya terdapat nilai-nilai estetika yang tinggi, baik seni drama, seni rupa, seni sastra, seni suara, seni karawitan, seni pentas, seni widya, maupun seni rupa.
Namun, sayangnya kekayaan filsafat yang ada dalam wayang selama ini belum ada yang mendedahnya secara sistematis.
Akibatnya, dunia akademis pun seolah memandang sebelah mata filsafat yang terkandung dalam wayang, kalah dengan hegemoni filsafat Barat yang telah lama diajarkan di bangku kuliah. Hadirnya buku Filsafat Wayang Sistematis seolah ingin mengisi ruang yang masih sepi tentang filsafat wayang di dunia ilmu pengetahuan di tengah berkembangnya filsafat Barat dan Timur. “Posisi terhormat wayang Indonesia di tingkat nasional dan di mata dunia adalah pendorong agar seni budaya wayang semakin kuat dan bermanfaat. Untuk itulah wayang diteliti dan digali kandungan ilmu yang ada di dalamnya (halaman 5).”
Sebanyak sepuluh penulis ikut menyusun buku Filsafat Wayang Sistematis untuk menghasilkan buku yang logis, sistematis, dan holistis. Kesepuluh penulis tersebut adalah Solichin (Sena Wangi), Joko Siswanto (Filsafat UGM), Kasiddi Hadiprayitno (ISI Yogyakarta), Suparmin Sunjoyo (Sena Wangi), Sri Teddy Rusdy (Sena Wangi), Hari Suwasono (Sena Wangi), Slamet Sutrisno M Hum (Filsafat UGM), Suyatno (ISI Surakarta), Mikka Wildha Nurrochsyam (Sena Wangi), dan Eddy Sulistyono (Sena Wangi).
Ajaran kebijaksanaan
Buku ini terdiri dari lima bab, yaitu Pendahuluan, Wayang Indonesia (Simbol Wayang dan Pergelaran Wayang), Semiotika Pergelaran Wayang, Filsafat Wayang, dan Aplikasi Filsafat Wayang. Menurut budayawan Mudji Sutrisno, ketika bedah buku tersebut di Fakultas Filsafat UGM beberapa waktu lalu, wayang merupakan visualisasi bayang dan raga boneka dari kulit yang memberi ajaran kebijaksanaan hidup melalui karakter tokoh-tokohnya dan memberi tuntunan ajaran hidup, baik dengan estetika hidup yang baik melalui harmonisasi mengalahkan yang jahat, menata chaos menjadi kosmos untuk estetika guna.
Sementara itu, menurut Dekan Fakultas Filsafat M Mukhtasar Syamsuddin, buku Filsafat Wayang Sistematis merupakan formula konseptual yang secara holistis dapat berkontribusi dengan menyentuh seluruh dimensi kemanusiaan, jiwa raga, individu-sosial, dan makhluk mandiri-makhluk Tuhan dalam pendidikan karakter. “Penerbitan buku ini tidak saja dapat memperkaya referensi, tetapi juga memberi perspektif baru dalam pengkajian atau penelitian unsur-unsur kearifan lokal bangsa,” kata dia. (AT/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved