Headline

Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.

Edukasi Pelaku Usaha, Piagam Sofware Asli Diluncurkan

Syarief Oebaidillah
23/10/2017 18:57
Edukasi Pelaku Usaha, Piagam Sofware Asli Diluncurkan
(Ist)

MASYARAKAT Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) berkolaborasi dengan Pusat Integritas Digital Asia (ACDI) dan didukung oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meluncurkan sebuah program baru untuk mengedukasi para pelaku bisnis (perusahaan) tentang pentingnya menggunakan perangkat lunak asli demi keamanan dari risiko kejahatan siber.

Penggunaan perangkat lunak (software) asli diyakini mendorong keunggulan kompetitif merek perusahaan, baik di level nasional maupun aktivitas bisnis global.

Ketua MIAP, Justisiari P Kusumah, mengatakan, melalui program yang disebut Piagam Software Asli (PSA), perusahaan diharapkan secara sukarela berpartisipasi, melalui proses audit independen yang dilakukan oleh mitra ACDI.

"Kami akan memulai dengan mendorong anggota MIAP yang semuanya pemegang merek, dalam inisiatif untuk secara sukarela mengaudit dirinya sendiri. Program ini kami dukung karena gratis. Selain audit ada tips untuk menghindari serangan siber, bagaimana cara untuk meningkatkan keamanan dan bagaimana perusahaan dapat mengelola aset perangkat lunak yang rumit," ungkap Justisiari di Jakarta, Senin (23/10).

Melalui keterangannya, Justisiari menjelaskan, survei MIAP bersama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) terhadap 500 responden perusahaan di Jakarta dan Surabaya, mendapati masih adanya niat untuk menggunakan produk palsu yang tinggi, terutama keinginan menggunakan produk elektronik 'KW' alias bajakan.

Pihaknya melakukan studi willingness ke konsumen terhadap tujuh bidang industri. Dari 500 respoden, terungkap masih ingin menggunakan produk bajakan atau palsu. Elektronik bajakan paling diminati hingga 50% responden, diikuti software bajakan di level 30%.

"Ini angka yang mengkhawatirkan. Ini perusahaan ada produk jasa yang dinikmati konsumen. Misalnya di bank, kalau mereka menggunakan sofware bajakan, data nasabah akan sulit dijaga keamanannya, karena ada risiko malware, maka akan merugikan nasabah," tegasnya.

Untuk itu, melalui program PSA ini, perusahaan akan diaudit dan diedukasi soal bahaya penggunaan software palsu.

"Kita berharap perusahaan bisa meng-comply. Sehingga produknya aman dan saat memasuki pemasaran di negara lain, bisa diakui," tegasnya.

Juru Bicara ACDI, Widyaretna Buenastuti, menjelaskan, perusahaan yang berminat untuk diaudit bisa langsung mengunjungi sekaligus mendaftar untuk dilakukan assesmen oleh konsultan ACDI. Setelah menyelesaikan proses yang disyaratkan kurang lebih selama dua bulan, perusahaan akan menerima sertifikat kepatuhan.

"Program ini merupakan layanan gratis untuk membantu bisnis di Indonesia tetap aman dan legal. Dan sertifikat ini berlaku setahun dan akan dievaluasi untuk mendapatkan sertifikat di tahun berikutnya," ungkapnya.

Dia menyebutkan, Indonesia telah lama menjadi salah satu negara di dunia yang paling rentan terhadap serangan siber, mengingat pengguna internet di Indonesia saat ini telah melampaui 130 juta pengguna. Tak mengherankan jika Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII ) melaporkan terjadi peningkatan serangan siber sebesar 50% pada 2016 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Bahkan, lanjutnya, menurut sebuah studi terbaru oleh Fakultas Teknik Universitas Nasional Singapura (NUS), risiko keamanan siber dari software palsu/najakan, menemukan bahwa 92% komputer baru dan tidak terpakai yang berperangkat lunak bajakan yang terpasang di Asia Tenggara, sudah terinfeksi dengan malware.

"Sampel komputer ini dibeli dari vendor yang diketahui menjual perangkat lunak palsu atau bajakan," tandasnya.

Sementara Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya, mengatakan, jika perusahaan memperoleh PSA ini, tentunya akan meningkatkan laju aktivitas bisnis yang saat ini semua prosesnya bisa dikontrol secara digital. Maka perangkat lunak asli harus menjadi pilihan utama perusahaan.

"Software bajakan itu melanggar hak intelektual pemegang hak cipta dan hak konsumen. Hak ini yang perlu dilindungi. Perlindungan ini penting supaya masyarakat merasa terus terlindungi. Dan kita pengguna juga merasa aman, sehingga terhindar dari penggunaan software palsu," katanya.

Memang sulit membedakan perangkat lunak asli dengan palsu. Untuk itu, kepolisian terus menggandeng pemangku kepentingan terkait untuk terus meredam peredaran barang palsu.

"Karena kami bekerja berdasarkan delik aduan. Tidak bisa serta merta melakukan penindakan, kendati infrastruktur siber yang dimilki kami memungkinkan itu," katanya seraya menambahkan bahwa para pelaku pembajakan memang menghendaki tidak ada kolaborasi aparat dalam menumpas barang palsu, sehingga pergerakan mereka lebih bebas. (RO/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya