Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
DI atas atap rumah, dengan posisi tegak lurus, kaleng bekas dipasang. Pada kaleng itu juga terdapat lensa cembung.
Cahaya yang ditangkap lensa dan dipantulkan menggunakan kaleng itulah yang berfungsi sebagai lampu. Dengan begitu, rumah tersebut tidak lagi membutuhkan lampu listrik di waktu siang.
Begitulah kondisi yang bisa tercipta dari inovasi Aditya Ramadhona, Sunu, Anggraeny Puspita Sari, dan Satrio Bayu Aji. Keempatnya merupakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Mereka menyebut lampu tersebut sebagai lampu ramah lingkungan dan diberi nama Solar Inken atau Solacan. Lampu tersebut dibuat dengan memanfaatkan kaleng bekas dan cahaya matahari sebagai sumbernya.
"Solacan ialah inovasi lampu tanpa listrik yang menggunakan kaleng bekas sebagai upaya penghematan energi dan ramah lingkungan," terang Aditya.
Mereka memanfaatkan kaleng bekas karena merasa prihatin dengan banyaknya sampah kaleng yang dijumpai di Indonesia. Dengan pemanfaatan kaleng bekas, keempatnya juga bermaksud meningkatkan nilai ekonomis limbah. Solacan juga dapat dikembangkan secara massal oleh masyarakat termasuk pemulung sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka.
Untuk malam hari
Alat ini otomatis hanya berfungsi ketika siang hari saja karena cahaya utamanya dari sinaran matahari. Pun begitu, Adit, Sunu, dan dua temannya itu masih akan melakukan pengembangan sehingga Solacan tetap bisa digunakan pada malam hari.
"Kami tengah mencari cara bagaimana nanti di sekitar Solacan kami pasangi solar cell sehingga ketika malam hari bisa berfungsi juga dan memberikan cahaya di ruangan yang gelap. Nah ini pengembangan ke depan kami," imbuh Sunu.
Dijelaskan Adit, Solacan juga masih banyak memiliki kekurangan. Ketika mereka menggunakan kaleng makanan, jenis kaleng itu berukuran relatif kecil sehingga mereka harus menyesuaikan lagi dengan kebutuhan.
"Jadi kalau pakai kaleng kecil itu kita sambung-sambung lagi dengan kaleng lainnya sehingga sesuai dengan kebutuhan," ungkapnya.
Ke depan, lanjut Adit, ia dan tiga rekannya akan bekerja sama dengan pemulung dalam hal produksi. Dari hasil wawancara mereka bersama pemulung, ternyata harga per kilogramnya kaleng hanya Rp1.300. Itu, menurut mereka, sangat murah. Padahal, mengumpulkan kaleng bekas sangatlah susah. Cukup miris mereka melihat fakta itu.
"Kami telah berpikir pembuatan alat ini nantinya akan dikerjasamakan dengan pemulung. Maka nantinya bukan hanya masyarakat biasa, pelajar, atau apalah yang memproduksi. Pemulung juga bisa memproduksi dan sejahtera kalau bisa menjual alat ini," sebutnya.
Empat mahasiswa ini optimistis Solacan bisa menyelesaikan masalah pemborosan listrik di Tanah Air. Apalagi, Solacan dapat digunakan siapa saja, bahkan membuatnya sangat mudah.
"Ini bisa digunakan hampir di seluruh rumah. Misalnya di kamar mandi karena biar siang masih tetap menggunakan lampu kalau mandi. Di dapur juga bisa pakai Solacan. Intinya di ruang-ruang yang tidak berjendela dan minim cahaya sangat tepat menggunakan Solacan," tambah Adit.
Pemuda dan pemudi cerdas ini pun telah memikirkan pengembangan Solacan, termasuk soal pemasaran. Mereka mengidamkan, ke depan, pemulung tidak lagi menjual kaleng bekas dengan harga murah, tetapi bisa menjual kaleng bekas dengan bentuk Solacan yang tentunya bernilai okonomis yang cukup untuk menghidupi.
"Untuk haragnya nanti kita lihat, bagaimana kebutuhan Solacannya. Jadi itu dilihat nantinya sesuai dengan kebutuhan, misalnya dia butuh Solacan banyak pasti akan lain juga harganya," tambah Adit. Ia menyampaikan hingga kini belum ada investor yang berminat dengan karya mereka.
Dengan penemuannya, anak-anak muda asal DI Yogyakarta ini berharap masyarakat akan tersandarkan bahwa energi itu akan habis sehingga harus menghemat. Memang dalam penghematan energi itu agak ribet, tetapi gampangnya bagaimana dengan anak cucu ke depan? Apakah mereka masih akan bisa menggunakan listrik? "Karena itu, Solacan adalah solusinya. Semoga Solacan ini dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat di Indonesia," pungkas Adit.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved