Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
BEROBAT ke rumah sakit (RS) ialah suatu pilihan yang tidak menyenangkan bagi sebagian masyarakat. Dengan tarif yang ‘mencekik leher’, publik khususnya yang ‘berkantong tipis’ lebih memilih tidak berobat ke fasilitas kesehatan (faskes) atau dokter. Sebuah keputusan berbahaya, tetapi logis. Namun, itu cerita masa lalu. Sejak bergulirnya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), akses masyarakat menjangkau faskes semakin meningkat. Dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat total pemanfaatan (utilisasi) JKN-KIS terus meningkat. Pada 2014, total ada 92,3 juta peserta yang memanfaatkan kartu BPJS Kesehatan untuk berobat jalan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas dan dokter praktik perorangan/klinik pratama.
Di 2015, jumlahnya melonjak jadi 146,7 juta, pada 2016 menjadi 192,9 juta, dan pada semester I 2017 sudah mencapai 106,2 juta. Pemanfaatan rawat inap RS juga mengalami peningkatan serupa, mulai 4,2 juta (2014), 6,3 juta (2015), 7,6 juta (2016), hingga 4 juta pada semester I 2017. Dari catatan itu, tergambar jelas bahwa sepanjang tiga tahun masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), akses publik yang bisa menjangkau faskes semakin bertambah. “Pemerintah juga terus meningkatkan jumlah peserta JKN dan faskes yang melayani JKN, serta membayarkan iuran BPJS Kesehatan bagi penduduk miskin agar semakin banyak orang bisa menjangkau layanan kesehatan,” sebut Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Peran pemerintah untuk perlin-dungan finansial bagi masyarakat miskin dan rentan, lanjut Nila, juga meningkat selama masa pemerintahan Jokowi-JK. Jumlah penduduk termiskin (PBI) yang iuran BPJS Kesehatan mereka dibayari pemerintah di 2014 mencapai 87,8 juta jiwa meningkat menjadi 91,1 juta jiwa pada 2015 dengan biaya dari APBN sebesar Rp19,8 triliun. Pada 2016, biaya yang ditanggung pemerintah Rp24,8 triliun untuk 91,1 PBI dan di semester I 2017 pemerintah sudah membayarkan Rp16,1 triliun. Kendati jumlah rakyat yang bisa mengakses faskes semakin bertambah, Nila menggarisbawahi sebagian besar anggaran JKN-KIS terserap untuk membiayai penyakit kronis berbiaya mahal (katastropik), seperti penyakit jantung koroner, gagal ginjal kronis, kanker, dan stroke.
Terlebih, pelayanan kesehatan peserta JKN masih didominasi pembiayaan kesehatan di tingkat lanjutan (RS) ketimbang di tingkat dasar. Fakta itu, sambung Nila, perlu ditindaklanjuti karena berpotensi menjadi beban luar biasa terhadap keuangan negara.
“Biaya penyakit katastropik cukup besar. Berapa pun biaya yang dianggarkan pemerintah tetap akan habis jika pencegahan dan pengendalian penyakit tidak dilakukan,” sebut Nila.
Kerja sama
Pada kesempatan serupa, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi menambahkan, guna meningkatkan derajat hidup sehat, Kemenkes bekerja sama dengan kementerian lain berkaitan dengan penyebab timbulnya penyakit, seperti sarana akses air bersih, rumah layak, dan infrastruktur untuk penanganan pasien rujukan. “Untuk meningkatkan kesehatan, Kemenkes tidak bekerja dan berdiri sendiri. Kami butuh sinergi dari lintas sektor.” (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved