Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Iklan Bahaya Rokok Harus Lebih Gencar

06/9/2017 08:35
Iklan Bahaya Rokok Harus Lebih Gencar
(Ilustrasi)

IKLAN layanan masyarakat tentang bahaya rokok di lembaga penyiaran masih minim. Padahal, jumlah perokok di Indonesia sudah menghawatirkan sehingga upaya pengendalian tembakau dan informasi mengenai bahaya rokok bagi kesehatan harus terus digencarkan.

Berdasarkan data The Tobacco Atlas pada 2011, di Indonesia lebih dari 2.677.000 anak dan 53.767.000 orang dewasa mengonsumsi tembakau setiap hari. Oleh karena itu, kampanye mengenai bahaya rokok harus terus digalakkan untuk mencegah makin bertambahnya perokok pemula dari kalang­an remaja.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Nina Mutmainnah Armando mengatakan lembaga penyiaran mempunyai tanggung jawab membuat iklan layanan masyarakat. Namun, isu mengenai bahaya yang ditimbulkan rokok sangat jarang diangkat.

Selain itu, ujarnya, walaupun sudah ada regulasi yang mengatur pembatasan waktu siaran dan isi iklan rokok, promosi rokok tetap masif walaupun tidak menampilkan merek dagang. Hal itu terlihat dari masih tingginya belanja iklan rokok di televisi.

“Belanja iklan rokok di televisi pada 2016 untuk satu merek saja bisa mencapai Rp1,91 triliun. Penayangannya lebih dari 3.000 spot atau jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan iklan layanan masyarakat,” kata dia dalam diskusi tentang iklan layanan masyarakat kampanye Batuk Perokok di Kementerian Kesehatan, kemarin.

Menurut Nina, sudah seharusnya iklan rokok dilarang total disiarkan di televisi. Negara lain, misalnya Amerika Serikat, sudah memberlakukan aturan itu sejak 1971 karena rokok dianggap zat berbahaya.

Di Tanah Air, ujarnya, rencana larangan iklan rokok pada media penyiaran sempat digulirkan dalam revisi Undang-Undang (UU) tentang Penyiaran oleh komisi I DPR. Yakni, tentang larangan mempromosikan minuman keras, rokok, dan zat adiktif. Akan tetapi, aturan itu tidak dicantumkan dalam draf revisi versi Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. “Ketika diharmonisasi di Baleg, muatannya berubah,” tutur Nina.

Sementara itu, gencarnya iklan rokok di kalangan anak muda diakui Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina. Menurutnya, upaya Kementerian Kesehatan mendorong larangan iklan rokok di media penyiaran masih menemui tantangan dari unsur pemerintah selaku pembuat regulasi. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan terus mengampanyekan efek negatif rokok terhadap kesehatan. (Ind/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya