Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Mengantar Jemaah ke Maktab Dengan Motor Jadul

Siswantini Suryandari
02/9/2017 13:35
Mengantar Jemaah ke Maktab Dengan Motor Jadul
(MI/Siswantini Suryandari)

"MAKTAB nomor berapa pak?" tanya seorang petugas kepada jemaah yang sudah menunggu di pos misi haji Indonesia, samping terowongan Mina, Jumat (1/9) malam.

"Maktab 30," ujar jemaah berusia lanjut itu.

"Ayo segera naik pak," ujar petugas itu sambil mempersilakan jemaah tersebut duduk di boncengan sepeda motor merek Jepang keluaran tahun 90 an. Namun ada juga sepeda motor keluaran tahun 70 an juga digunakan untuk mengantar jemaah yang tersesat saat pulang dari lempar jumroh di Mina.

Pasca wukuf di Arafah, jemaah haji mulai melaksanakan lempar jumroh dari sejak Jumat (1/9) hingga Minggu (3/9), sebagai rangkaian prosesi pelaksanaan haji.

Namun tidak sedikit jemaah haji Indonesia apalagi berusia lanjut kelelahan saat berjalan sepulang melempar jumrah. Berjalan menuju tempat pelemparan jumrah jarak yang harus ditempuh sekitar lima kilometer dengan berjalan kaki di sepanjang terowongan Mina. Kemudian seusai melempar, jemaah kembali ke maktab masing-masing dengan berjalan kaki lewat terowongan yang berjarak sekitar lima kilometer.

Jadi total jarak yang ditempuh pergi pulang rata-rata 10 km. Itu pun baru sampai pintu keluar terowongan. Arah putaran untuk kembali ke arah pulang sekitar 4 km. Pada saat keluar terowongan, banyak jemaah yang kebingungan mencari maktab yang terhampar luas dari kawasan Mina Jadid hingga Mina.

Bahkan saat keluar dari terowongan, banyak jemaah harus digendong, dipapah, bahkan ada yang digotong dengan menggunakan baju ihrom karena kelelahan tidak sanggup berjalan, serta dehidrasi. Sementara jemaah yang bisa keluar dari terowongan, langsung mencari petugas-petugas berseragam untuk meminta pertolongan diantar ke masing-masing maktab.

Semakin malam semakin banyak jemaah Indonesia yang tercecer dari rombongan. Ada dua alternatif untuk mengantar jemaah tertinggal, yakni diantar dengan berjalan kaki, atau diantar dengan sepeda motor layaknya ojek.

Untuk layanan sepeda motor ini dikenal dengan nama Astuti atau singkatan dari Astrea Tujuh Tiga. Sebanyak 10 motor warna merah yang tidak semua keluaran tahun 73 menjadi moda transportasi Astuti.

Ada juga Astrea keluaran 90 an. " Motor-motor itu pemberian muasassah dari Madinah. Sepeda motor seperti itu kalau di Arab bukan dianggap moda transportasi. Ya seperti sepeda biasa karena jalannya tidak cepat, ," kata Zainal Arifin, petugas haji yang siap mengantarkan jemaah ke maktab.

Para jemaah pun lega bisa diantar naik sepeda motor tanpa harus berjalan kaki. "Alhamdulillah saya bisa pulang, ada yang mengantar," ujar Juwariyah, jemaah yang tinggal di maktab 20.

Untuk mendapatkan layanan sepeda motor tidak bisa cepat karena terbatasnya akomodasi. Sementara jumlah jemaah yang harus diantar ke masing-masing maktab terus bertambah. Banyak jemaah yang terkantuk-kantuk menunggu.

Selama menunggu, para jemaah yang mayoritas lansia ini diberi makan dan minum. Bila capek, ada kalanya petugas memijit kaki, tangan dan bahu.

Munculnya Astuti ini berawal dari keahlian Rahmat, mukimin Indonesia yang ahli bengkel mobil. Sepeda-sepeda motor itu selalu ia rawat agar pada saat musim haji bisa dipakai. Pelayanan sepeda motor ini 24 jam selama tiga hari, saat jemaah haji mulai melempar jumroh dari 10 Dzulhijjah-13 Dzulhijjah (1-3 Agustus).

Setelah masa lempar jumroh selesai, jemaah kembali ke hotel untuk bersiap bertolak ke Jeddah dan melanjutkan penerbangan ke Tanah Air. Pemulangan gelombang pertama jemaah haji dijadwalkan 6 September berbarengan dibukanya bandara King Abdul Aziz Jeddah pasca haji. Sedangkan jemaah haji gelombang kedua akan bergerak ke Mekkah pada 12 September.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya