Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Tarwiyah Boleh Dilaksanakan Asal Bertanggungjawab

Siswantini Suryandari
24/8/2017 11:37
Tarwiyah Boleh Dilaksanakan Asal Bertanggungjawab
(Amirul Hajj sekaligus Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan pengarahan di depan sekitar 400 pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Mekkah, Rabu (23/8). -- MI/Siswantini Suryandari)

MENTERI Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan pemerintah tidak melarang jemaah haji Indonesia melakukan tarwiyah selama prosesi haji, asalkan bertanggung jawab. Penegasan itu disampaikan Menag saat bertemu dengan sekitar 400 petugas dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji di Mekkah, Rabu (23/8) malam.

Tarwiyah adalah sebuah kegiatan napak tilas yang dilakukan Nabi Muhammad Saw saat akan melaksanakan ibadah haji. Sebelum ke Arafah, nabi menuju Mina untuk mengumpulkan bekal. Nabi kemudian kembali lagi ke Arafah dengan berjalan kaki. Sebagian jemaah Indonesia ada yang melakukan tarwiyah ini, terutama yang berasal dari Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah.

" Tarwiyah ini bukan bagian dari prosesi wajib yang dilakukan jemaah saat berhaji. Cuma ini menyangkut kepercayaan, silakan saja. Namun pemerintah tidak memfasilitasi transportasi dari Mina ke Arafah yang jaraknya sekitar 7 kilometer," kata Lukman.

Dia menambahkan perjalanan jauh ini juga berisiko karena dilakukan pada malam hari, udara panas dan berdebu. Selain itu yang dikhawatirkan adalah apabila jemaah terlambat tiba di Arafah, dan prosesi wukuf sudah selesai menyebabkan hajinya tidak sah.

"Pemerintah fokus melayani jemaah yang bergerak dari Mekkah ke Arafah dengan menyediakan transportasi. Pemerintah tidak melarang jemaah melakukan tarwiyah. Ini soal keyakinan. Yang ikut bertarwiyah harus betul-betul bertanggungjawab. Soalnya pemerintah tidak akan memfasilitasi transportasi dan makanan," tegasnya.

Terlebih apabila di dalam rombongan yang melakukan kegiatan tarwiyah, ada jemaah berisiko tinggi bisa membahayakan jemaah tersebut.

Menag juga mengingatkan agar jemaah Indonesia untuk mematuhi larangan lempar jumrah yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Waktu larangan lempar jumrah pada 10 Dzulhijjah pada pukul 06.00-10.30. Sedangkan 11 Dzulhijjah pukul 14.00-18.00, dan 12 Dzulhijjah pukul 10.30-14.00.

Pada jam-jam larangan lempar jumrah itu diisi oleh jemaah dari Afrika yag secara fisik jauh lebih besar daripada jemaah Indonesia. "Bila tidak diatur bisa dibayangkan 2,1 juta jemaah haji melakukan lempar jumrah bersamaan, bisa membahayakan jemaah itu sendiri," pesannya.

Pada kesempatan berbeda, Naib Amirul Hajj Abdul Mu'thi menjelaskan dalam penyelenggaraan ibadah haji dikenal waktu afdhal dan waktu afshah.

Waktu afdhal dipahami sebagai waktu utama untuk menjalankan tahapan ibadah haji. Sedangkan waktu afshah adalah waktu yang sah dalam menjalankan tahapan ibadah haji.

“Kita akan berusaha memberi pemahaman kepada jemaah untuk beribadah di waktu yang sah (afshah) dan tidak memaksakan diri di waktu yang utama (afdlal) karena berisiko,” terang Naib Amirul Hajj Abdul Mu’thi.

Waktu utama yang dimaksud Mu’thi antara lain, waktu lontar jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijjah, yang dilakukan setelah terbit matahari hingga waktu zhuhur (matahari tergelincir). Mu’thi mengimbau jemaah Indonesia tidak memaksakan diri melakukan Aqabah pada waktu itu.

Pemerintah Saudi juga telah menetapkan jadwal lempar jumrah untuk. Pada jam tersebut bukan jadwal jemaah haji Indonesia. “Patuhi jadwal yang telah ditetapkan Pemerintah Saudi dan Indonesia,” tegasnya.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini mengingatkan jemaah harus mengutamaman keabsahan dan keselamatan haji, yang harus menjadi prioritas semua jemaah. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya