Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Pakar Komunikasi Dunia Bahas Post-truth

06/7/2017 10:24
Pakar Komunikasi Dunia Bahas Post-truth
()

KAMUS Oxford menjadikan kata post-truth sebagai 2016 Word of the Year.

Pengertian kata itu berkaitan dengan atau menunjukkan keadaan di saat fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik ketimbang terhadap emosi dan kepercayaan pribadi.

Dilandasi keprihatinan itu, para sarjana komunikasi dunia akan membahasnya di konferensi internasional bertajuk Indonesia International Graduate Conference on Communication (Indo-IGCC) 2017.

Konferensi berlangsung di Kampus FISIP UI Depok, Jawa Barat, 11-12 Juli.

Masalah pascakebenaran atau post-truth menjadi penting karena cukup merisaukan.

Saat ini banyak yang berpendapat tidak penting lagi kebenaran itu karena yang terpenting ialah apa yang dicapai.

Wakil Ketua Panitia Indo-IGCC Hendriyani, Senin (4/6), mengatakan konferensi itu menjadi ajang berbagi hasil riset yang sudah dilakukan para mahasiswa pascasarjana komunikasi dari berbagai universitas.

Hendriyani yang juga Ketua Kelas Khusus Internasional Program Sarjana Ilmu Komunikasi UI mengemukakan karakteristik post-truth dapat dilihat dari berbagai peristiwa.

Misalnya, ketika toleransi publik pada tuduhan yang tidak akurat semakin tinggi, muncul penolakan yang langsung dan keras terhadap fakta-fakta yang akurat.

Pembicara kunci Indo-IGCC 2017 antara lain Guru Besar Komunikasi UI Alwi Dahlan, Ariel Heryanto dari Monash University, dan Daniel Angus dari University of Queensland, Australia.

Alwi Dahlan menjelaskan kata post-truth paling sering dibicarakan terutama saat terpilihnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan referendum Brexit negara Inggris dari komunitas Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).

"Trump dinilai tidak mengerti pemerintahan, kampanyenya menggunakan isu tidak benar seperti menjelekkan Obama. Begitupun dalam polling tidak unggul tetapi terpilih menjadi presiden AS," jelas Alwi.

"Intinya pada kasus Trump, banyak hal tidak benar yang dikatakannya, dianggap hebat dan didukung."

Menengok Indonesia, ia mencontohkan adanya rasa simpati yang tinggi kepada calon yang kalah dengan banyaknya kiriman bunga dan terkesan adanya kurang simpati pada pemenang pilkada.

"Dari sudut pandang kebenaran ini hal yang aneh," ujarnya. (Bay/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya