Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

SIKA Tolak Draf RUU Penyiaran

04/7/2017 02:30
SIKA Tolak Draf RUU Penyiaran
(Ilustrasi)

SAHABAT untuk Informasi dan Komunikasi yang Adil (SIKA) yang merupakan koalisi 18 lembaga masyarakat, menolak draf revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang disinkronisasi Badan Legislasi (Baleg) DPR karena dinilai sarat kepentingan.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Nawawi Bahrudin mewakili SIKA mengatakan, draf revisi RUU Penyiaran versi Baleg DPR hanya mengakomodasi kepentingan industri besar penyiaran.

Draf tersebut juga dianggap tidak memperhatikan kepentingan publik, termasuk prinsip persaingan usaha yang adil.

"Oleh karena itu, kami dari SIKA, koalisi 18 lembaga masyarakat yang peduli pada penyiaran, menyatakan sikap menolak draf RUU versi Baleg," tegasnya, kemarin.

Draf RUU tersebut, tambahnya, memasukkan hal baru, migrasi digital secara alamiah dan multi-mux.

Sebaliknya, SIKA mendukung single mux seperti yang ada di draf RUU versi Komisi 1 DPR karena dengan sistem single mux kedaulatan negara atas sumber daya alam berupa frekuensi dinilainya hadir nyata.

"Selain itu, single mux menjamin iklim persaingan usaha yang adil bagi industri-industri penyiaran lokal maupun baru," terangnya.

SIKA juga menolak dibentuknya Badan Migrasi Digital, lembaga baru yang tertuang dalam draf RUU.

Menurut Nawawi, hal tersebut merupakan pemborosan lembaga dan anggaran negara sebab regulasi migrasi digital cukup ditangani lembaga yang sudah ada, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bersama Komisi Penyiaran Indonesia.

"Kami juga menolak mekanisme pencabutan izin IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran) lembaga penyiaran versi draf Baleg yang harus melalui keputusan tetap pengadilan. Regulator memiliki wewenang mencabut izin bila terjadi pelanggaran tanpa harus mekanisme pengadilan," tuturnya.

Draf revisi RUU Penyiaran merupakan inisiatif DPR karena UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran tidak relevan lagi.

RUU yang dibahas hampir 2 tahun itu pada Februari lalu drafnya diselesaikan Komisi I DPR dan diserahkan kepada Baleg untuk sinkronisasi.

Namun, menurut SIKA, Baleg mengubah dan menambah substansi baru pada draf tersebut. (Ind/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya