Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
BERJALAN tenang dan tidak berisik.
Begitu pesan Sodik Asmoro, pemandu kami, ketika memasuki kawasan hutan sekunder di Desa Melemba, Kecamatan Batanglupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Kawasan ini merupakan tempat pengamatan orang utan (Pongo pygmaeus pygmaeus).
Tepatnya, lokasi itu berada di hutan Aur Kuning, di pinggir Sungai Leboyan di Dusun Meliau, Desa Melemba.
Aur Kuning merupakan satu di antara kawasan habitat alam orang utan kalimantan di Kapuas Hulu.
Itu disebabkan hutan berawa ini memiliki kelimpahan buah-buahan yang menjadi pakan alami primata bernama Latin tersebut.
Populasi orang utan di Aur Kuning menyebar hingga ke Bukit Peninjau yang berjarak sekitar 12 kilometer.
Perkiraan populasi mereka mencapai lebih dari 100 individu. Setidaknya ada 79 sarang orang utan ditemukan di sepanjang 3 kilometer jalur pengamatan di hutan lindung.
"Namun, frekuensi pertemuan dengan orang utan di Peninjau lebih kecil. Wilayah jelajahnya luas karena terhubung dengan hutan di bukit lain," ujar Sodik.
Perjumpaan dengan orang utan di Aur Kuning bakal semakin sering saat musim buah kenari, yang dimulai sekitar Januari atau Februari.
Satwa langka ini bahkan biasa berkeliaran hingga ke pinggir hutan yang hanya berjarak sekitar 500 meter dari perkampungan.
Keberadaan mereka pun acap kali merusak sarang lebah hutan yang bakal diambil madunya oleh warga.
Namun, semua itu bisa diatasi sehingga konflik bisa dicegah.
"Area di sekitar pohon lalau yang menjadi tempat lebah bersarang dibersihkan dari pepohonan lain sehingga orang utan tidak bisa memanjatnya," jelas Sodik.
Atraksi wisata
Sayang, pengamatan pada Kamis (25/5) belum membuahkan hasil. Tidak satu pun orang utan yang dijumpai setelah sekitar 1 jam menelusuri Aur Kuning.
Menemukan orang utan di habitat alam seperti di Aur Kuning memang susah-susah gampang.
"Kalau sarangnya iya, pasti ketemu. Akan tetapi, dari beberapa kunjungan rata-rata sering juga ketemu dengan orang utan," kata Sodik yang juga Ketua Kelompok Pengelola Pariwisata (KPP) Desa Meliau.
Mengamati perilaku orang utan memang menjadi atraksi wisata andalan di Meliau.
Para pelancongnya berasal dari dalam dan luar negeri.
Pada tahun lalu tercatat sebanyak 171 wisatawan ke Meliau dan 63 orang di antara mereka berasal dari mancanegara.
Warga mengelola destinasi ini dengan mengembangkan konsep pariwisata berbasis masyarakat.
Walaupun belum berhasil menjumpai orang utan, kami cukup beruntung karena menemukan sarang dan sisa pakan primata itu.
Selain sarang dan sisa pakan, jejak berupa helai rambut dan kotoran menjadi indikator habitat orang utan.
"Mereka yang gagal bertemu pun yakin bahwa di sini merupakan habitat orang utan karena ada jejak-jejaknya. Mereka paling bilang, kami kurang beruntung saja," ungkap Sodik menceritakan pengalamannya selama mendampingi wisatawan.
Keanekaragaman hayati
Dusun Meliau merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS), ekosistem lahan basah terluas di Asia Tenggara.
Dusun berpenduduk 129 jiwa ini juga termasuk kawasan koridor yang menghubungkan TNDS dan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) di utara Kapuas Hulu.
Wilayah Meliau dikelilingi tiga bukit dan delapan dari 10 danau lindung berpemandangan menawan.
Danau tersebut berperan penting dalam mengatur sistem hidrologi di Leboyan sebagai sungai utama.
Mereka juga menjadi tempat bermigrasi, memijah, dan menyuplai sumber pakan bagi ikan.
Selain orang utan, ada bekantan dan kepuh serta ungko tangan hitam yang menghuni hutan di Meliau dan wilayah di sekitarnya.
Kemudian, kelempiau kalimantan serta macan dahan dan sekitar 23 jenis mamalia lainnya.
Bermukim pula sekitar 310 jenis burung, termasuk jenis burung langka dan dilindungi, serta berbagai jenis reptil.
Keanekaragaman hayati di perairan Meliau juga tidak kalah dengan di daratan.
Ada 56 spesies ikan dari 35 genus dan 20 famili hidup dan beranak-pinak di Leboyan dan danau di sekitarnya.
Kekayaan alam ini juga dikemas warga menjadi destinasi wisata yang sepaket dengan pengamatan orang utan.
"Wisatawan juga bisa membaur dan ikut dalam aktivitas keseharian warga. Mereka dapat menangkap ikan dan memasak sendiri dengan bumbu lokal," kata L Radin, Direktur Komunitas Pariwisata Kapuas Hulu (Kompakh), lembaga yang memfasilitasi pengembangan wisata di Melemba.
Danau Balearam, Lukuk, dan Merebung menjadi surga bagi para pemancing karena berlimpah ikan.
Walaupun begitu, mereka tidak bisa sembarangan mengail.
Jumlah pemancing dibatasi, yakni maksimal enam orang di satu lokasi.
Selain itu, mereka wajib melepaskan kembali hasil pancingan. Kecuali, sekadar untuk lauk-pauk pada hari itu.
Pemancing juga dilarang menggunakan umpan jangkrik karena merupakan pakan arwana.
Berbagai aturan tersebut juga berlaku bagi warga setempat. Itu semua demi menjaga keseimbangan ekosistem.
"Tidak pilih orang kampung atau orang luar, semua sama. Tidak boleh, tetap tidak boleh. Salah tetap salah," kata warga Meliau Husin, 46. (AR/M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved