Nia Dinata Misi Mulia Berbuah Karya

Dzulfikri Putra Malawi
27/8/2016 02:31
Nia Dinata Misi Mulia Berbuah Karya
(MI/Sumaryanto)

SEBUAH film bertajuk Ini Kisah Tiga Dara akan diputar serentak 1 September mendatang.

Ingar-bingarnya sudah terasa sejak beberapa bulan lalu, dengan ditandai perilisan dua album musik dan sebuah konser bertajuk 60 Tahun Film Tiga Dara.

Sang sutradara, Nia Dinata, 46, mengakui film tersebut memang terinspirasi oleh film musikal klasik Tiga Dara yang dibuat pada 1956 itu.

"Awalnya saya dan teman-teman bersama investor hanya ingin merestorasi (film Tiga Dara), tapi di tengah jalan, sambil menunggu selesai, saya iseng membuat naskah Ini Kisah Tiga Dara," kata Nia saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Untuk melakukan misi penyelamatan film seluloid 35 mm yang kondisi fisiknya sangat memprihatinkan itu memerlukan teknologi tinggi.

Sayangnya, Indonesia belum memilikinya.

Karena itu, Nia memutuskan untuk pergi ke Bologna, Italia, untuk mengerjakannya.

Tak kurang dari Rp3 miliar dihabiskan untuk menyelesaikan restorasi yang berlangsung sejak akhir 2013 hingga April 2014 itu.

"Setelah direstorasi, baru didigitalkan di Indonesia. Resolusinya kami naikkan menjadi 4K. Kualitas yang lebih tinggi daripada HD," lanjut perempuan yang semasa kecil gemar menonton film Tiga Dara di TVRI sampai hafal lagu-lagu yang terdapat di dalamnya.

Ketika ditanya soal alasan, Nia mengatakan Indonesia belum pernah melakukan hal itu, menyelamatkan film-film klasik.

Padahal, lanjutnya, di Amerika para insan perfilman terus-menerus melahirkan karya baru dari pengembangan film klasik. Seperti Batman dan Superman.

"Film klasik banyak memberi inspirasi. Tugas kita untuk mengembangkan karakternya lagi," tambah Nia.

Menjadi gerakan

Nia berharap upaya restorasi film klasik juga bisa dilakukan sineas lain Indonesia yang peduli dengan nasib karya film terdahulu.

Faktanya, lebih dari 1.000 judul film Indonesia dalam kondisi memprihatinkan.

Namun, Nia mengakui, biaya besar yang dibutuhkan memang menjadi kendala utama.

Nia berharap langkahnya itu menjadi embrio untuk rekan-rekan sejawatnya agar mau berusaha mendapatkan investor yang bisa bekerja sama menyelamatkan film-film klasik Indonesia.

"Satu judul film, Lewat Djam Malam karya Usmar Ismail, sudah direstorasi pemerintah. Sayangnya yang mendanai pemerintah Singapura sehingga masternya berada di Singapura," sindirnya.

Bila kondisi itu terus dibiarkan, lanjutnya, bukan tidak mungkin Indonesia bakal terus kehilangan aset-aset perfilman dengan pencaplokan karya-karya para sineas besar terdahulu oleh bangsa lain.

"Semoga yang lain mau mengikuti, saya bersedia memberikan akses untuk restorasi agar tidak buta seperti waktu awal saya melakukannya. Sekarang saya sudah punya jaringannya, saya siap membantu untuk mempermudah," tantangnya.

(H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya