Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DEKORASI klasik dengan bunga-bunga di layar besar memperkuat nuansa nostalgia era Indonesia lama. Lantunan keroncong bertajuk Bunga Anggrek disenandungkan Sundari Soekotjo. Orkestrasi dari Dwiki Dharmawan Orcheestra semakin membuat lagu keroncong sederhana itu megah.
Dengan mengenakan kebaya hijau kebiruan dilengkapi benang-benang emas dan sanggul di kepala lengkap dengan aksesori bunga mawar yang terselip di telinga, penyanyi keroncong kenamaan yang mendirikan Yayasan Keroncong Indonesia itu terlihat begitu anggun dalam konser 40 tahun dirinya berkarya, di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, Kamis (21/4) malam.
Dalam konser yang diselenggarakan bertepatan dengan Hari Kartini ini, Sundari mendendangkan Baktimu Kartini di nomor kedua diiringi dengan empat penari. “Akhirnya mimpi saya terjadi. Dapat mewujudkan konser ini. Tidak terasa memasuki 40 tahun berkarya.
Kebetulan hari ini Hari Kartini. Saya juga bersyukur membuat sesuatu yang bersejarah. Mungkin tanpa perjuangan Kartini saya tidak bisa berdiri di depan Anda semua bersama para penari,” katanya sambil menyapa penonton yang hadir memadati arena konser sebelum memulai lagu Gambang Semarang.
Setelahnya, putri Sundari, Intan Soekotjo, yang juga menjadi eksekutif produser konser, turut menyumbangkan tembang Di Bawah Sinar Bulan Purnama. Layaknya sang ibu, alunan vokal keroncong Intan seakan ingin menunjukkan kualitasnya.
Kemudian para bintang tamu bergantian bernyanyi keroncong. Ikke Nurjanah membawakan Sapu Lidi yang melaju mulus dengan improvisasi cengkok dangdut di ujung-ujung baitnya. Lalu Rossa dengan gaun kebaya yang megah membawakan Setangkai Bunga Mawar. Penyanyi pop ini rupanya baru kali pertama bernyanyi keroncong dan cukup sukses mengeksekusi harmoninya.
“Ini kali pertama saya bernyanyi keroncong. Semoga tidak memalukan. Mudah-mudahan konser ini bisa mengajak penonton untuk semakin cinta dengan musik asli Indonesia,” ungkapnya saat konferensi pers sebelum manggung.
Lintas generasi dan genre
Penampilan kejutan lainnya disuguhkan Keroncong Tujuh Putri. Dalam sesi ini, eksplorasi Dwiki lebih berani dengan memasukkan unsur swing dalam tembang KR Kemayoran.
Hal yang paling mengejutkan ialah kehadiran Waldjinah yang bernyanyi di atas kursi roda. Kemudian Sundari bernyanyi Yen Ing Tawang Ono Lintang. Waldjinah pun turut menyumbang beberapa bait, terasa begitu khusyuk.
Suasana haru pun tak terelakkan. Kerinduan penggemar keroncong kepada Waldjinah begitu dalam. “Harus belajar bahasa Jawa yang bagus biar lahir di Jakarta juga,” kata Sundari menirukan pesan Waldjinah. Didi Kempot lantas mencairkan suasana dengan medley Sewu Kuto dan Stasiun Balapan. Tepuk tangan dan beriring bak kur pun mengumandang.
Dinamika konser yang mulai membosankan dipompa kembali dengan kolaborasi lintas generasi dan genre populer, seperi pop, jazz, dan dangdut. Rossa dan Sundari berduet membawakan Ayat-Ayat Cinta. Berlanjut dengan Kunto Aji dengan Terlalu Lama Sendiri. Dendang Terlena pun dilantunkan Ikke Nurjanah. Beberapa bagian dari tiga genre itu digubah ke komposisi keroncong.
“Konser ini juga ingin menunjukkan musik keroncong bisa masuk ke berbagai generasi. Makanya saya libatkan musisi muda juga,” kata Sundari sebelum manggung.
Setelah Putri Solo medley Bengawan Solo dinyanyikan, aksi lintas genre kembali disuguhkan. Kali ini Winky Wiryawan, Topan Tofano, dan Evan Virgan mengiringi Sundari bersama lagu Sepasang Mata Bola lewat aksi DJ set. Konser pun ditutup dengan medley Melati Suci, Puspa Indah, dan Cintaku. (Fik/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved