Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Hadir untuk Penuhi Kebutuhan Masyarakat

Andhika Prasetyo
14/3/2016 04:30
Hadir untuk Penuhi Kebutuhan Masyarakat
(MI/ATET)

BERAS merupakan salah satu produk makanan yang sangat penting di dunia, khususnya Asia.

Di Indonesia, beras bahkan menjadi kebutuhan pokok yang paling utama.

Setiap tahunnya, sebanyak 37 juta ton beras dikonsumsi masyarakat Indonesia, baik yang di desa maupun di kota.

Angka tersebut jelas bukan jumlah yang sedikit.

Dari situ, sebuah gagasan muncul untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia akan beras.

Tidak hanya sembarang beras, tapi yang berkualitas.

Itulah yang menjadi prinsip dasar PT Buyung Poetra Sembada (BPS), salah satu perusahaan produsen beras terbesar di Tanah Air yang kini memasuki usia 13 tahun.

Karena itulah, Indonesia jelas merupakan pasar yang sangat menjanjikan.

Direktur Penjualan dan Pemasaran BPS Budiman Susilo menyatakan peluang itulah yang menjadi latar belakang utama berdirinya perusahaan yang bergerak di dunia tanaman pangan itu.

"Kami ada untuk masyarakat dan besar karena masyarakat,"

ucap Budiman saat ditemui Media Indonesia, di Jakarta, 27 Februari lalu.

Ia menegaskan, menjadi salah satu yang terbesar dan terbaik jelas bukan hal mudah.

Berbagai hal harus dilakukan untuk meraih hal tersebut.

Itu pula yang dilakukan BPS untuk bisa berdiri tegak seperti saat ini dengan keseriusan dalam mengelola produk sebagai hal utama.

Hingga saat ini, BPS telah mengeluarkan berbagai macam produk beras, seperti Limas, BPS, Belida, dan Topi Koki.

Keempat merek itu menjadi produk primadona yang cukup populer di pasaran.

"Produk beras mungkin banyak, tetapi yang berkualitas itu terbatas," lanjut pria asal Palembang itu.

Ia menuturkan hampir semua masyarakat di Indonesia mengonsumsi beras di pagi, siang, dan malam. anyak juga dari mereka yang beranggapan "Ah, beras nanti jadinya nasi-nasi juga."

Namun, bagi Budiman, tidak sesederhana itu pola pikirnya. Ketika seseorang mengonsumsi nasi dan ternyata ada batunya, itu jelas membuat orang menjadi tidak bahagia. "Di sinilah peran kami. Kami serius menciptakan beras tanpa bahan kimia, tanpa pemutih, dan bebas batu," papar Budiman.


Selalu cari perbandingan

Istilah raihlah ilmu hingga ke Negeri Tiongkok pun benar-benar dilakukan para petinggi dan ahli beras BPS. Pertanian dalam negeri, dinilai Budiman, tidak akan maju jika tidak melihat apa yang terjadi dan dilakukan di negara-negara lain sesama produsen beras.

"Kami punya ahli yang selalu berkeliling dunia untuk melihat

bagaimana pertanian di luar Indonesia," ungkap Budiman.

Ia mengatakan Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Jepang selalu menjadi tujuan utama riset BPS di bidang perberasan.

"Mengapa? Karena mereka memiliki teknologi pertanian yang canggih," sebut Budiman.

Dari negara-negara itulah, alat-alat pertanian canggih beserta ilmunya dibawa untuk diterapkan di dalam negeri.

"Biasanya kita beli teknologi mereka. Ketika sampai di sini, alat itu kita bongkar semua sampai ke dalam-dalamnya. Dari situ kita tahu bagaimana cara membuatnya, dan kita contoh untuk pertanian kita," kata Budiman.

Ia sangat menyadari teknologi menjadi salah satu penunjang utama,

mengingat berbisnis di bidang pertanian seperti beras sangatlah bergantung pada alam.

Teknologi kita gunakan untuk mengakali alam. Jika cuaca tidak bersahabat dengan para petani, kita punya teknologi untuk diandalkan," imbuh Budiman.

Sejak beberapa tahun terakhir, BPS telah mengadaptasi ilmu pertanian dari luar negeri, khususnya Vietnam, untuk mengembangkan sawah mereka sendiri.

Lahan sekitar 200 ha di daerah Ogan Komering Ilir (OKI),

Sumatra Selatan, digunakan sebagai percontohan dengan mengadaptasi

teknologi sistem kanalisasi dan pompanisasi dari negara tetangga.

"Produksi pun menjadi lancar. Ketika curah hujan kurang, panen hanya bisa satu kali per tahun. Tetapi dengan sistem kanalisasi dan pompanisasi, walau curah hujan kurang, panen bisa dua atau bahkan tiga kali per tahun," papar Budiman.

Mengolah sawah sendiri juga merupakan sebuah bukti keseriusan BPS untuk mengembangkan pertanian Indonesia, baik untuk penelitian maupun untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Namun, menurutnya, seberapa pun luas sawah yang dimiliki, perusahaan tetap saja kesulitan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia akan beras. Per tahunnya, hasil produksi beras BPS hanya 300 ribu ton.

"Bandingkan dengan kebutuhan masyarakat yang mencapai 37 juta ton.

Jadi, mau tidak mau kita harus beli dari pemasok. Kita punya hubungan baik dengan para pemasok yang sudah teruji dari lima daerah yang menjadi sentra utama produsen beras Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Selatan, dan Sulawesi Selatan," beber Budiman.

Selama bergelut di bidang ini, Budiman menyatakan ilmu yang terus diperbaharui disertai dengan hubungan baik masyarakat menjadi kunci utama untuk menciptakan beras dengan kualitas terbaik, dengan kontinuitas yang terjaga.

Menjadi pelaku bisnis utama dalam bidang perberasan sebenarnya bukanlah hal yang diimpikan Budiman semasa kecil.

Kendati demikian, apa pun yang dikerjakan, ia selalu diajarkan untuk menjalani hidup dengan penuh semangat dan sopan santun.

"Orangtua mengajarkan saya untuk terus berkarya," tutur pria yang lahir dan dibesarkan di desa itu.

Figur ibunyalah yang menjadi panutan Budiman dalam menjalankan segala macam aktivitasnya.

Sang ibunda selalu mengedepankan kejujuran dan kedisiplinan dalam

setiap perilaku di dalam keluarga.

Hal ini sejalan dengan prinsip pendiri BPS, Bapak Buyung (alm) dan

para penerusnya seperti Bapak Sukarto dimana beliau sering mengingatkan, "Dalam jual beli beras, kecurangan seperti memainkan timbangan masih kerap dilakukan oleh beberapa pedagang. Padahal, perilaku tersebut sangatlah tidak terpuji," ucapnya.

Prinsip pendiri BPS ini selalu mengatakan lebih baik jujur dan

menjual beras berkualitas dengan harga wajar daripada melakukan tindakan curang. Karena itu pula, semua produk Topi Koki selalu dilengkapi keterangan berat pada kemasannya.

"Semua kan balik lagi ke setiap orang. Kita juga tidak mau kan dibohongi? Ya, sudah semestinya kita tidak membohongi orang," tegasnya.


Kaya pengalaman

Walaupun tidak pernah bercitacita untuk berkecimpung di dunia perberasan, Budiman memiliki banyak pengalaman untuk mengetahui mana beras yang berkualitas dan mana yang tidak.

Pasalnya, sebelum bergabung bersama BPS, ia telah puluhan tahun bertualang di berbagai perusahaan ritel di Indonesia. Pengalaman itulah yang juga berperan penting dalam perjalanan BPS hingga saat ini.

Sebagian besar produksi beras milik BPS kini memenuhi pasar-pasar ritel seperti Giant, Carrefour, Lotte, Indomaret, Hero, Hypermart, Tip Top, Hari-Hari, dan masih banyak lagi.

"Dulu saya memposisikan diri sebagai orang yang menguji kualitas beras untuk bisa masuk ke pasar ritel yang saya pegang. Dari situ saya belajar. Sekarang saya yang memasok beras kepada mereka," terang pria kelahiran 1972 itu.

Bersama manajemen BPS yang lain, Budiman pun terus memberikan produk terbaik untuk mendapatkan kepercayaan konsumen.

Lebih dari itu, kualitas yang disuguhkan haruslah konsisten.

"Kualitas dan pelayanan harus terus dijaga. Di situlah bagian sulitnya. Tetapi, kami bisa membuktikan kalau kami mampu melakukannya," bebernya.

BPS merupakan pengembangan usaha dari Toko Buyung Palembang yang sudah berdiri sejak 1977.

Awalnya, BPS hanya menjangkau pasar-pasar tradisional di beberapa kota di Indonesia.

Seiring berjalan waktu dan dengan sistem kelola yang baik dan terstruktur, perusahaan tersebut kini menjadi salah satu yang disegani di dalam negeri.

Di Pulau Jawa, BPS memiliki dua pabrik, yaitu di Pamanukan, Jawa

Barat, yang memiliki kapasitas produksi 259 ribu ton per tahun dan

di Pasar Induk Cipinang, DKI Jakarta, dengan kapasitas 43 ribu ton per tahun. (S-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya