Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MESKI sudah belasan bukunya menjadi best seller, novelis Dewi Lestari, 42, mengaku bukan hal mudah untuk menghidupkan alur dan cerita dalam setiap buku yang ditulis. Hal itu diutarakannya saat menghadiri acara tahunan Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2018 di Ubud, Bali, Sabtu (27/10).
Publik mengenalnya sebagai salah satu novelis multitalenta di Tanah Air. Teranyar, ia mendulang sukses besar lewat novel Aroma Karsa yang dinobatkan sebagai Book of The Year 2018 oleh Ikatan Penulis Indonesia (Ikapi). Pada cetakan pertama, buku setebal 700 halaman itu menghasilkan rekor buku sejumlah 1 juta eksemplar dan langsung habis terjual.
Butuh dua tahun bagi Dewi Lestari atau akrab dengan nama pena Dee, untuk merampungkan Aroma Karsa yang menjadi karya ke-12-nya, setelah seri Supernova dan Intelegensi Embun Pagi. Melalui tokoh Jati Wesi, dan Raras Prayagung, dan Tanaya Suma, Dee mencoba menarasikan tema fiksinya melalui eksplorasi indra penciuman dan aroma di Aroma Karsa.
Hasil tidak membohongi proses. Jalan panjang yang ia tempuh demi menghidupkan dunia Jati Wesi dan Tanaya Suma itu sukses meronce fiksi dan nyata yang berkelidan, hingga mengejutkan dirinya sendiri.
Hal itu terjadi saat dia mengetahui bahwa tanah Dwarapala kemungkinan besar betul-betul ada. Kenyataan ini disadari Dee saat pertama kali menonton video tittle dari pihak-pihak yang ikut terlibat dalam riset Aroma Karsa, salah satunya ialah kuncen Gunung Lawu, yakni Pak Polet. "Ketika saya bertemu Pak Polet, saya tidak cerita soal Dwarapala. Saya cuma bilang ada desa yang tiba-tiba hilang," aku pemilik nama Dewi Lestari Simangunsong itu.
Dalam Aroma Karsa, tanah Dwarapala ialah desa tak kasat mata, tempat Jati Wesi dilahirkan. Dwarapala merupakan satu dari sekian banyak legenda dan mitos Gunung Lawu yang muncul dalam Aroma Karsa. Menariknya, dalam video tittle tersebut tampil Pak Polet yang mengonfirmasi keberadaan Dwarapala.
"Saya senang sekali bermain di perbatasan fiksi dan nonfiksi. Seberapa banyak nonfiksi dibengkokkan jadi fiksi, fiksi ditambah fakta supaya jadi nonfiksi. Tujuannya sebetulnya cuma satu, supaya pembaca enganged," ujar Dewi yang juga akrab disapa Dee itu.
Tidak sia-sia
Untuk Aroma Karsa, perempuan kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 itu melakukan riset ke berbagai tempat, melintasi batas negara. Membeli buku-buku tentang wewangian, mengikuti kursus meracik parfum di Singapura hingga menyambangi tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang di Bekasi, Jawa Barat, ia lakoni.
Dee bahkan ikut mendaki Gunung Lawu di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, lewat jalur tengah yang terkenal angker.
Lewat Aroma Karsa, Dee menawarkan pengalaman baru bagi para pembaca setianya. Sebelum akhirnya merilis versi fisik, para pembaca karya Dee bisa mengakses terlebih dahulu melalui kanal digital dalam bentuk cerita bersambung (cerbung).
Semua jerih payahnya pun terbayar dengan begitu besarnya respons publik. "Kita kadang harus terima kita udah habiskan berjam-jam dan beli berbuku-buku, tetapi riset kita enggak semua terpakai. Percayalah, enggak ada yang sia-sia," ucap perempuan yang memulai kariernya sebagai penyanyi itu.
Bagi ibu dua anak itu, tidak masalah jika ia harus berkorban waktu, tenaga, dan materi demi proses riset yang mumpuni demi menciptakan alur cerita yang hidup. Baginya, menulis ialah aktivitas yang dilakukan lebih untuk kepuasan diri sendiri ketimbang faktor lainnya.
"Saya adalah story teller. Itu adalah prioritas utama saya. Setelah itu baru penguasaan metafora kata-kata indah, itu bukan prioritas utama saya. Prioritas saya adalah menciptakan cerita indah yang memikat dan mengikat," tutup pelantun dan pencipta lagu Langit Amat Indah itu. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved