Headline
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
PRESENTER Metro TV Xinwen, Maggie Calista Alim, 27, tidak pernah menyangka dirinya akan berprofesi sebagai pembawa acara berita. Dalam benaknya di masa lalu, dia akan menjadi pengusaha dan menjalankan bisnis dengan duduk di balik meja. "Tetapi kemudian saya di sini, hal yang tidak pernah terbayangkan, bahkan promter saja saya tidak kebayang," katanya saat dijumpai Media Indonesia beberapa saat lalu.
Dia membayangkan menjadi pembawa acara berita perlu menghafalkan dan kemudian menyiarkan kepada penonton. "Ternyata jauh dari itu, saya bahkan menjadi jurnalis. Jurnalis yang harus mencari berita, mencari narasumber, menulis, menyusun, dan membacakannya untuk penonton," katanya dengan senyum yang selalu tersungging.
Tiga tahun sudah Maggie bergabung dengan Metro TV. Dia merasa banyak pengalaman unik dan mengaku sangat menikmati liputan-liputan yang penuh tantangan, seperti saat demo anti-Ahok misalnya. "Saya selalu mengindar saat konflik kan, tapi saya justru selalu dilempar di tempat yang saya takuti. Saya anggap ini cobaan dari Tuhan dan menarik juga. Tapi karena itu, saya jadi tidak takut lagi," katanya.
Salah satu lagi yang tidak terlupakan ialah saat gempa di Aceh, awal Desember 2016. Keluarga saat itu tidak mengetahui dirinya berangkat meliput ke Aceh dan mengetahui saat dirinya melaporkan situasi terkini dari tempat kejadian. "Ibu saya telepon berpuluh-puluh kali, saya tidak berani jawab. Saat dijawab ibu saya bilang, 'Kamu kalau mau mati bilang-bilang dulu ya, jangan sampai nanti orangtua suruh jemput mayat kamu'", cerita dia sambil tergelak.
Hidup di luar negeri
Maggie ialah salah satu dari warga negara Indonesia yang melakukan eksodus pada saat Tragedi Mei 1998. Saat itu usianya 7 tahun. Dia dan kakak perempuannya dikirim orangtuanya ke Tiongkok. "Gerbang sekolah saya SD Ursula di Jalan Pos dibakar massa. Orangtua saya ketakutan dan kemudian kami berdua dikirim ke Tiongkok lengkap dengan asisten rumah tangga," ungkapnya mengenang kesedihan.
Berpisah dengan orangtua selalu membuatnya menangis. "Saya membawa sarung bantal ibu saya, di situ masih tertinggal harum rambut ibu, saya selalu menciumi saat kangen, setiap hari. Saya tidak cuci selama enam bulan," katanya.
Total 15 tahun Maggie tidak pulang ke Indonesia. Selepas menghabiskan waktu untuk belajar di Tiongkok hingga tingkat SMA, dia melanjutkan ke Michigan University jurusan Supply Chain Management and International Business. "Saya seperti orang kebanyakan, setelah lulus kemudian ingin bekerja dengan gaji dolar Amerika di New York. Tapi kenyataannya lain, saya harus mengundurkan diri pada saat saya dipromosikan menjadi pegawai tetap di sebuah perusahaan," katanya.
Dia memenuhi permintaan ibunya untuk kembali ke Indonesia. Ibunya ingin Maggie yang telah lama berjauhan dengannya, kembali ke keluarga. "Saya sangat rindu dengan keluarga terutama ibu. Ibu saya sempat kena kanker payudara saat saya kuliah. Saya melihat ibu saya dalam kondisi lemah, ini saatnya saya balik ke keluarga, ke Indonesia. Orangtua saya mungkin akan lebih tenang kalau saya balik ke Indonesia."
Maggie yang belum lama menikah itu tidak pernah menyesali kembali ke Indonesia meski pada awal kepulangan merasa kesulitan mencari pekerjaan. "Padahal, saya tidak minta gaji tinggi lo. Saya tidak pernah menyesali keputusan kembali ke Indonesia, padahal banyak orang Indonesia yang ingin kerja di sana karena digaji dolar Amerika. Bagi saya merasa dekat dengan keluarga itu sangat penting, saya juga mencintai Indonesia. Saya kerja di Metro TV saya punya kesempatan untuk mengenal keragaman Indonesia," tutup dia.
(H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved