Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Taiwan, Mitra Berharga bagi SDGs-Universalitas Sejati

David Tawei Lee Menteri Luar Negeri Republic of China (Taiwan)
08/9/2017 04:01
Taiwan, Mitra Berharga bagi SDGs-Universalitas Sejati
(PA)

"KETIKA memulai perjalanan bersama yang hebat ini, kami berjanji tidak ada yang akan tertinggal." Mentransformasikan Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan yang Berkelanjutan. New York merupakan salah satu tujuan wisata paling populer di dunia. Seperti para pengunjung dari negara lain, masyarakat Taiwan sangat senang untuk mengunjungi objek wisata yang terkenal di kota itu, yakni Patung Liberty, Times Square, dan tentu saja pusat urusan global: Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tengara-tengara ini, terutama yang terakhir, ialah simbol kesetaraan, keragaman, dan kebebasan. Sayangnya, kilau cemerlang dari makna-makna tersebut belakangan ini ternoda karena semakin banyak pengunjung dari Taiwan yang merasa diabaikan dari PBB dan didiskriminasi hanya karena negara asal mereka

PBB ialah tentang orang-orang. Namun, universalitas hak asasi manusia yang diumumkan oleh PBB tidak mencakup Taiwan dan 23 juta penduduknya. Perlakuan buruk ini dimulai pada 1971 ketika pemerintah kami kehilangan keterwakilannya dalam organisasi, dan pada dekade-dekade berikutnya, Taiwan telah menghadapi tantangan dan isolasi sehubungan dengan situasi internasionalnya. Namun, kesulitan ini telah mendorong kami untuk terus maju dan kami tidak pernah mundur karena kami sangat percaya bahwa mereka yang mengikuti jalan kebaikan tidak akan sendirian.

Saat bepergian ke seluruh dunia guna menjalankan tugas sebagai menteri luar negeri, saya selalu mengagumi bagaimana pengalaman Taiwan di bidang perlindungan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kedokteran, termasuk pertanian, pendidikan, dan TIK (teknologi informasi dan komunikasi) telah membantu mitra kami semakin berkembang. Kami berkomitmen untuk melanjutkan interaksi dan kerja sama ini dengan kawan dan mitra kami, dan demi menjaga perdamaian, keamanan, dan kemakmuran global melalui kerja sama yang saling menguntungkan.

Tak peduli berbagai upaya yang telah Taiwan lakukan dan pengakuan yang mereka dapatkan, terlepas dari kebutuhan akan universalitas, dan terlepas dari janji berulang untuk tidak meninggalkan siapa pun, PBB tampaknya senang melihat 23 juta orang di Taiwan tertinggal. Pada bulan Mei tahun ini, Taiwan ditolak hadir pada WHA (Majelis Kesehatan Dunia) ke-70 meski sebelumnya telah berpartisipasi sebagai pengamat selama delapan tahun berturut-turut.

Menolak Taiwan, yang telah menginvestasikan lebih dari US$6 miliar untuk bantuan kesehatan dan kemanusiaan internasional sejak tahun 1996 yang menguntungkan jutaan orang di seluruh dunia, bertentangan dengan akal sehat dan menciptakan kelemahan dalam operasi organisasi. Perlakuan tidak adil ini, bagaimanapun, tidak dan tidak akan pernah menghalangi Taiwan dalam melaksanakan tugasnya, baik bagi rakyatnya maupun masyarakat internasional. Sebagai perdagangan terbesar ke-18 di dunia dan ekonomi paling bebas ke-11, Taiwan telah membawa undang-undang dan peraturannya sesuai dengan konvensi hak asasi manusia PBB, dan dalam hal memenuhi nilai-nilai demokrasi, Taiwan telah bekerja sekuat negara mana pun, dan mungkin yang paling giat, untuk meningkatkan persamaan.

Rakyat Taiwan memilih presiden wanita pertama negara mereka pada tahun 2016, dan 38% anggota parlemen mereka ialah perempuan. Taiwan juga merupakan rumah bagi masyarakat madani yang dinamis yang organisasi sipilnya terus menjangkau dunia. Setiap kali terjadi bencana, petugas penyelamat dari organisasi non-pemerintah Taiwan ada di lapangan, memberikan bantuan, dengan pengabdian dan profesionalisme yang terlihat jelas oleh semua orang. Taiwan saat ini sedang mengerjakan Voluntary National Review (Kajian Nasional Sukarela) pertama, yang akan mendokumentasikan banyak pencapaian nyata mengenai Sasaran Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDG). Dalam hal kesehatan dan kedokteran masyarakat, misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, Taiwan telah bekerja sama dengan sejumlah negara lain untuk melawan penyakit menular seperti MERS, Ebola dan Zika.

Taiwan juga mendorong ekonomi hijau dan energi hijau yang bertujuan meningkatkan proporsi energi terbarukan untuk pasokan listrik negara tersebut hingga 20%, lima kali lebih besar dibanding saat ini, pada tahun 2025, sekaligus menurunkan emisi karbon hingga setidaknya 50% di bawah angka yang ditetapkan tahun 2005, pada 2050. Pemegang paspor ROC (Taiwan) menikmati perjalanan bebas visa dan bentuk kenyamanan perjalanan lainnya ke 165 negara, yang memberikan rasa hormat kepada wisatawan, pengusaha dan akademisi Taiwan di seluruh dunia. Namun, mereka tidak dapat mengambil satu langkah pun di dalam Markas Besar PBB.

Selama bertahun-tahun, perwakilan dari banyak organisasi nonpemerintah Taiwan yang terlibat dalam hak-hak masyarakat adat, buruh, lingkungan, dan hak perempuan dilarang menghadiri pertemuan dan konferensi yang diadakan di markas besar PBB di New York dan di Palais des Nations di Jenewa hanya karena mereka berasal dari Taiwan. Demikian pula, atas dasar kemarahan komunitas pers internasional, wartawan Taiwan tidak diizinkan untuk meliput pertemuan PBB secara langsung.

Tindakan-tindakan diskriminatif yang diberlakukan oleh birokrat PBB tersebut, khususnya ditujukan kepada rakyat Taiwan, secara tidak layak dibenarkan dengan seruan dan penyalahgunaan Resolusi Majelis Umum 1971 2758 (XXVI). Penting untuk diingat bahwa, sementara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) duduk di PBB, resolusi ini tidak membahas masalah keterwakilan Taiwan dan rakyatnya dalam organisasi tersebut; terlebih lagi tidak memberi RRT hak untuk mewakili rakyat Taiwan.

Penting untuk menekankan realitas politik di sini, yaitu bahwa RRT saat ini tidak, dan juga tidak pernah memegang yurisdiksi atas Taiwan. Memang, sebagaimana dibuktikan oleh larangan tersebut soal masuknya Taiwan di dalam markas besar PBB, RRT menggunakan pengaruh yang jauh lebih besar pada PBB dari pada apa yang dilakukan pada Taiwan. Pembukaan Piagam PBB berbicara secara lantang tentang misi organisasi tersebut untuk ‘menegaskan kembali keyakinan akan hak-hak asasi manusia yang mendasar, akan harga diri dan hak manusia, akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan negara-negara besar dan kecil’. Pemerintah dan masyarakat Taiwan sangat percaya bahwa keterlibatan mereka, terutama ketika PBB menyerukan pelaksanaan SDGs secara universal, akan bermanfaat bagi semua orang. Ketidakhadiran Taiwan, di sisi lain, hanya akan melumpuhkan keefektifan upaya global ini.

Taiwan dapat berbuat banyak untuk membantu dunia membangun masa depan yang lebih berkelanjutan. Rakyat Taiwan membutuhkan masyarakat internasional untuk mendukung aspirasi dan hak kami untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari PBB. Paling tidak, berhenti memalingkan kami di balik pintu.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya