Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Riri Riza Anak Muda Harus Mengerti Alzheimer dan Demensia

Dhika Kusuma Winata
05/8/2017 03:15
Riri Riza Anak Muda Harus Mengerti Alzheimer dan Demensia
(MI/ATET DWI PRAMADIA)

ANAK-ANAK muda Indonesia perlu mengetahui informasi tentang alzheimer dan demensia. Pasalnya, menurut sutradara Riri Riza, banyak anak muda hanya memandang penderita alzheimer dan demensia hanya sebagai orang pikun dan tua. "Kebanyakan orang dan anak-anak muda sikapnya gampang marah tehadap mereka (alzheimer dan demensia) dan tidak bisa memahami," kata Riri di sela-sela lokakarya film yang diadakan oleh Alzheimer Indonesia dan Miles Film bekerja sama dengan Eagle Institute Indonesia di Jakarta, Kamis (3/8).

Menurut laki-laki kelahiran 1970 itu, pengetahuan tentang alzheimer dan demensia dibutuhkan agar anak muda bisa tetap dekat dan merawat orangtua yang kelak akan berusia senja. Mereka amat membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang-orang terdekat. "Bagaimanapun juga, itu orangtua kita. Kalau kita tidak bisa menanganinya dengan tepat atau tidak punya pengetahuan tentang hal itu, bisa jadi apa yang kita lakukan keliru," jelasnya.

Sutradara yang meraih sukses fenomenal melalui film Laskar Pelangi tersebut mengaku memiliki pengalaman bersentuhan dengan penderita demensia. Ibundanya, Hajerah Dg Tongi, yang wafat tahun lalu pada usia 86 tahun, sempat terkena gejala demensia ringan. Awalnya ia tidak mengerti mengapa sang ibu kerap salah memanggil nama anak-anaknya. Hajerah, kata Riri, juga kerap menanyakan satu hal yang sama berulang kali.

"Ibu saya (setelah diperiksa) ternyata punya gejala demensia ringan. Jadi, saya cukup dekat (mengerti) dengan gejala tersebut," tuturnya. Untuk menghadapinya, kata Riri, diperlukan kelembutan dan kasih sayang. Oleh karena itu, ia pun kerap menggenggam dan membelai tangan sang ibu yang sehari-hari duduk di kursi roda.
Hal itu terus ia lakukan hingga Hajerah meninggal dunia. Meski sudah memiliki pengalaman pribadi terkait dengan demensia, ia masih tetap belajar dari orang lain.

Apalagi, kata Riri, alzheimer ialah persoalan yang sangat sensitif. Ia juga mengaku selalu menyempatkan membaca cerita para caregivers dan orang yang hidup dengan demensia. Di antara cerita yang ia peroleh, antara lain, adanya orang dengan alzheimer yang dikurung di dalam rumah. Selain itu, cerita soal keluarga yang berantakan karena anak penderita alzheimer dan demensia merasa frustrasi menghadapinya. Riri berharap perlakuan dan dampak buruk seperti itu tidak terulang. "Itu bisa dihindari dengan pengetahuan kita tentang alzheimer," tegasnya.

Film menyentuh
Di zaman yang serbacanggih dan mudah seperti sekarang, kata Riri lagi, interaksi langsung antarmanusia menjadi barang langka. Komunikasi melalui bantuan teknologi seperti ponsel pintar tidak serta-merta membuat hubungan sosial menjadi lebih dekat dan bermakna. "Pada saat yang sama, kita menjadi semakin berjarak, terutama kepada orang-orang terdekat, termasuk dengan orangtua. Itu yang saya lihat."

Menurut lulusan program Master Penulisan Skenario di Royal Holloway, University of London, Inggris, itu para sineas bisa berkontribusi bagi masyarakat dengan menghadirkan karya-karya yang bermanfaat, termasuk film mengenai alzheimer dan demensia. Ia berharap produksi film tentang alzheimer dan demensia bisa berperan sebagai medium komunikasi kepada masyarakat dengan cara yang menyentuh. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya