Konsentrasi Wukuf di Arafah, Pemerintah tidak Fasilitasi Tarwiyah

Sitria Hamid
28/7/2019 10:15
Konsentrasi Wukuf di Arafah, Pemerintah tidak Fasilitasi Tarwiyah
Jemaah haji bermalam di Arafah menjelang prosesi wukuf di Arafah.(MI/Siswantini Suryandari )

PEMERINTAH Indonesia mengambil kebijakan tidak melaksanakan tarwiyah, karena waktunya sangat pendek dan perlu energi yang sangat besar. Hal itu berpotensi menyebabkan ada jemaah yang tidak bisa melanjutkan perjalanan atau kesulitan melaksanakan wukuf di Arafah.

Kepala Daerah Kerja Mekah Subhan Cholid menyampaikan hal itu, di Mekah, Sabtu (27/7).

“Karena itu, pemerintah konsentrasi memfasilitasi pelaksanakan wukuf di Arafah. Jemaah haji akan memulai perjalanan mereka mulai 8 Dzulhijjah langsung menuju Arafah,’” katanya.

Sebagian jemaah haji dari berbagai dunia menjalankan sunah tarwiyah pada tiap proses penyelenggaraan ibadah haji.

Sunah Tarwiyah adalah berdiam di Mina pada 8 Dzulhijjah lalu menuju Arafah pada 9 Dzulhijjah. Jemaah yang akan melaksanakan Tarwiyah, berangkat dari hotel menuju Mina pada 7 Dzulhijjah.

Sunnah ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Abu Dawud dan Ibnu Abbas.

Baca juga: Pemerintah Cek Kesiapan Puncak Haji

Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW salat zuhur pada Hari Tarwiyah dan salat Subuh pada Hari Arafah dari Mina."

Dari hadis ini diketahui, Rasulullah menunaikan salat zuhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh di Mina pada Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah), lalu menuju Arafah sebelum matahari terbenam.

Menurut Subhan, pelaksanaan sunah tarwiyah merupakan pilihan dan menjadi tanggung jawab masing-masing. Apabila pililhan pribadi, jemaah bertanggung jawab atas dirinya. Dan, jika dilaksanakan berkelompok, pimpinan rombongan yang bertanggung jawab,

Dia mengatakan, pemerintah telah membuat surat edaran kepada semua ketua sektor pemondokan jemaah di Mekah,

"Untuk disampaikan kepada para ketua kloter bahwa setiap jemaah atau rombongan yang akan melaksanakan tarwiyah harus membuat pernyataan tertulis, bertanggung jawab baik terhadap pribadi maupun rombongan yang akan dibawa melaksanakan tarwiyah,” tegas Subhan.

Kepada jemaah yang mengambil pilihan melaksanakan tarwiyah, dia mengingatkan agar lebih waspada dan hati-hati. Sebab, penyelenggaraan haji tahun ini bertepatan dengan musim panas dan diperkirakan cuaca akan sangat terik.

“Proses ibadah haji memerlukan energi besar dan stamina prima. Imbauan kami lebih prioritaskan yang rukun terlebih dahulu, lalu wajibnya, dan terakhir sunah," jelas Subhan.

Hal senada disampaikan Kepala Seksi Bimbingan Ibadah Daker Madinah Ansor Sanusi. Dia mengatakan pemerintah Indonesia tidak melaksanakan program tarwiyah. Mengingat, dari sisi hukum, tarwiyah bukan termasuk kategori hukum atau wajib salah satu persyaratan haji.

‘’Itu kategori sunah. Kalau kita mendahulukan sunah, sementara yang wajib dan rukunnya kita tinggalkan, sesungguhnya keabsahan haji amat sangat diragukan,’’ katanya di Kantor Urusan Haji Indonesia, di Madinah, Sabtu (27/7).

Dalam sejarahnya, ibadah tarwiyah dikaitkan dengan peristiwa mimpi Nabi Ibrahim AS yang diperintah menyembelih Nabi Ismail AS, anak kesayangannya dari Siti Hajar.

Mimpi yang sama terulang pada malam kesembilan hingga Ibrahim yakin itu perintah Allah SWT.

Karenanya, hari kesembilan disebut hari Arafah (mengetahui). Sehari berikutnya (10 Dzulhijjah), Nabi Ibrahim AS kembali bermimpi yang sama untuk kali ketiga. Sehingga, dilaksanakanlah perintah itu pada 10 Dzulhijjah pagi, dan itu disebut hari Nahar (menyembelih). (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya