Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Dilarang Eksploitasi

(Rin/M-2)
30/10/2016 00:30
Dilarang Eksploitasi
(mi/ricky julian)

BAD news is a good news. Idiom itu seperti sudah melekat pada jurnalis. Namun, hal itu bukan menjadi dasar atau alasan bagi jurnalis, khususnya jurnalis foto, untuk mengeksploitasi narasumber yang menjadi objek foto. “Pada peristiwa tertentu (warga yang menderita atau menangis karena tertimpa kemalangan) kami ti­dak mainkan sepenuhnya ekspresi mereka, tetapi kami lebih cenderung memainkan gestur supaya tidak timbul kesan kami mengeksploitasi kese­dihan atau kemalangan warga,” ujar Kepala Divisi Foto dan Artistik Media Indonesia Hariyanto dalam Obrolan Pembaca Media Indonesia (OPMI) Spektrum Kehidupan di Kampus New Media, Bali, Minggu (16/10).

Di kota terakhir dari rangkaian lima kota, yakni Bandung, Yogyakarta, Ma­nado, Makassar, dan Bali, OPMI yang dihadiri 117 peserta dari kalangan fotografer dan mahasiswa itu berlangsung sekitar 2 jam. Selama acara berbagai pertanyaan tentang fotografi jurnalis dilontarkan peserta secara silih berganti. OPMI kali ini membahas buku Spek­trum Kehidupan karya fotografer Media Indonesia. Buku foto tersebut dibagi menjadi lima subtema, yakni kemanusiaan, pendidikan, politik, kebudayaan, dan lingkungan. Pada OPMI ini, Media Indonesia bekerja sama dengan beberapa perusahaan yang menjadi sponsor acara ini, yakni Sinar Mas, PT Garuda Food Putra Putri Jaya, PT PLN (persero), PT XL Axiata Tbk, PT BNI (persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, Accor Hotels, Ibis Network Indonesia, Solaria Resto, dan Sekolah Tinggi Desain Bali.

Hariyanto mengingatkan, saat fotografer bertemu peristiwa tentang kemalangan, sebaiknya mereka mengedepankan empati dan motivasi. “Jurnalis yang baik ialah mereka yang bukan sekadar menyampaikan fakta, melainkan juga mampu memberikan harapan bagi warga yang tertimpa musibah. Peristiwa musibah atau bencana pasti berdampak memilukan, tetapi yang tak kalah memilukan ialah hilangnya empati dari pewarta demi eksklusivitas berita,” ingatnya. Ia juga menegaskan fotografer ha­rus menyampaikan fakta sebenar­nya tanpa manipulasi. “Kadang, ada fotografer demi mendapatkan visual yang ideal, dia melakukan setting. Biar makin keren dan dramatis gambarnya. Hal itu pasti tidak kami lakukan. Karena basis kerja kami adalah fakta,” tegasnya. Dengan pendekatan yang didasari empati, fakta bisa disampaikan dengan halus tanpa mengeksploitasi narasumber. Sampai jumpa di OPMI berikutnya. (Rin/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya