Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Menyatukan Serpihan Perjuangan

Sumaryanto Bronto
21/8/2016 11:24
Menyatukan Serpihan Perjuangan
(IPPHOS-ANTARA FOTO)

FILSUF Prancis Roland Barthes (1915-1980) pernah mengatakan foto telah menggantikan monumen sebagai sarana pengingat masa lalu. Sekarang, fungsi itu pula yang ditunjukkan lewat pameran foto bertajuk 71th RI Bingkisan Revolusi di Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) yang berlangsung hingga 19 September. Barisan foto jurnalistik hitam putih itu seperti bingkisan yang menyatukan serpihan-serpihan suasana perjuangan.

Pameran sekaligus peluncuran buku tersebut menampilkan foto-foto hasil dari riset yang dilakukannya Kepala Divisi Museum dan GFJA sekaligus kurator pameran, Oscar Motuloh, bersama Kepala Divisi Pemberitaan Foto Antara, Hermanus Prihatna, selama dua tahun di Museum Bronbeek, Arnhem, Belanda. Mengambil pembabakan periode sejarah kurun waktu 1945-1950, foto-foto hitam putih tersebut sangatlah penting bagi dokumentasi bangsa Indonesia, bahwa kita pernah mengalami masa pergolakan dalam merebut kemerdekaan dan saat sesudah kemerdekaan.

Foto-foto tersebut merupakan media pengingat bahwa perjuangan membuahkan kemerdekaan dan kedamaian bagi rakyat Indonesia, yang menumbuhkan rasa nasionalisme. Nasionalisme diartikan sebagai suatu paham kebangsaan. Itulah yang mendasari para founding fathers mempersatukan berbagai suku bangsa atau daerah ke dalam suatu negara kesatuan. Terwujudnya nasionalisme pada waktu itu merupakan 'berkah' dari kolonialisme (penjajahan).

Kemudian spirit nasionalisme itu ditumbuhkembangkan para founding fathers sehingga terwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun dalam perjalanan seusai memproklamasikan kemerdekaan Republik ini, medan jalan yang ditempuh tak selamanya mulus. Jalan terjal mendaki ataupun berkelok-kelok kadang harus dilewati. Pada petang hari 29 Juli 1947, pesawat Dakota India dengan registrasi VT-CLA bertolak dari Singapura menuju Yogyakarta. Di dalam pesawat itu terdapat harapan hidup bagi banyak anak bangsa yang tengah berjuang di bawah masa agresi Belanda I.

Harapan berupa obat-obatan dari Palang Merah Malaya untuk Palang Merah Indonesia itu dikawal sepenuh jiwa oleh tiga putra terbaik bangsa, yakni Komodor Udara Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrachman Saleh, dan Opsir Muda Udara I Adi Soemarmo. Sayang tidak berapa lama kemudian, sesaat menjelang pendaratan di Pangkalan Udara Maguwo, Sleman, Daerah Istimwa Yogyakarta, ketiganya gugur, jatuh bersama pesawat VT-CLA itu. Mereka diserang dua pesawat P-40 Kitty Hawk Belanda.

Puing-puing pesawat yang ter serak di Desa Ngoto, Bantul, menjadi salah satu momen yang diabadikan foto yang kini dipamerkan. Di foto lainnya tampak suasana berkabung dalam upacara pemakaman ketiga pahlawan itu yang dipimpin Jenderal Sudirman. Banyak dari foto-foto itu belum dipublikasikan di Tanah Air.

"Kami berusaha mencari langsung ke sumbernya supaya masyarakat bisa melihat karya asli dengan kualitas yang maksimal," jelas Motuloh Lebih dari itu, pameran foto ini mengingatkan kembali bahwa perjuangan memang bukan hanya untuk merebut kemerdekaan, melainkan juga mempertahankannya. (M-3).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya