Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Pelita Ilmu di Taman Tunanetra

Susanto
03/6/2017 23:16
Pelita Ilmu di Taman Tunanetra
(MI/Susanto)

SESUAI dengan namanya, Raudlatul Makfufin atau ­Taman Tunanetra menjadi lahan ibadah dan berkarya bagi para penyandang disabilitas. Mereka bersama mengembangkan diri agar hidupnya tidak bergantung kepada orang lain. Mulai menjadi terapis pijat, guru mengaji, hingga menjadi salah satu pegawai administrasi di salah satu bank.

“Tak ada hal tidak mungkin, Mas, asal kita mau berusaha,” ­ungkap Ahmad Joni Wattimena. “Selain pengembangan diri, kami berusaha berbagi dengan sesama penyandang disabilitas.”

Percetakan Alquran braille menjadi salah satu yang diunggulkan dari yayasan itu dan telah menjadi acuan. Semua gratis, tak perlu membayar. Alquran itu diharapkan menjadi penerang bagi penyandang disabilitas lain untuk membaca dan menghayatinya.

“Buta secara fisik, bukan berarti buta ilmu pengetahuan, apalagi pengetahuan agama,” ungkap lelaki paruh baya yang akrab dipanggil Pak Joni itu. Ia dan salah satu pendiri, ­almarhum Halim Saleh, mencetuskan Raudlatul Makfufin.

Pada awal 1996, usaha untuk mencetak Alquran mendapat banyak kendala. Mesin cetak braille saat itu sangat sulit ditemui dan harganya pun sangat mahal. Namun, mereka baru bisa mencetak sendiri pada 2000 atas bantuan mesin cetak braille dari Presiden Ke-3 RI BJ Habibie.
Selain mencetak Alquran, Raudlatul Makfufin memberikan pengetahuan pijat refleksi bagi para santri agar mereka mandiri. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik