Karena manusia modern terbiasa menggunakan frasa yang pernah digunakan orang lain--dan terus mengulanginya--tanpa berpikir lebih jauh.
Bisa dibilang, frasa tertentu tanpa disadari mencerminkan kehidupan manusia modern.
Sebagian dapat diterima secara umum sebagian lagi mendapat penolakan.
Frasa seperti 'saya cinta kamu' atau 'saya percaya kita terkait satu sama lain' tentu sangat diterima.
Namun, menurut profesor bisnis dari Vikram S Pandit dan Ketua Divisi Manajemen Sekolah Bisnis Columbia, Adam Galinksy, ada satu frasa yang dapat merasuk ke pikiran manusia modern, yaitu 'kita perlu bicara'.
Dalam beberapa tahun belakangan, frasa itu diyakini merusak seluruh pernikahan.
Namun, bagi Galinsky, frasa itu lebih merusak bisnis, sebab frasa itu ambigu.
"Sangat terlihat ketika seseorang dengan kekuasaan lebih besar mengatakan itu kepada yang tidak berkuasa," katanya seperti dilansir www.inc.com, Minggu (6/12).
Pihak yang mengatakan itu tanpa disadari mengeluarkan dominasi mereka.
Sebaliknya, orang yang diajak berbicara akan berpikir ada yang salah dengan perbuatan mereka.
Banyak pertanyaan langsung terlintas di kepala orang-orang yang mendapat frasa itu.
"Apakah ini tentang lelucon waktu itu? Atau ada klien yang tersinggung?" sahut Galinsky.
Layaknya PC, frasa 'kita perlu bicara' bersifat destruktif.
Seakan-akan ada kemarahan besar bahkan kesalahan yang sangat besar, tapi hanya dapat dikomunikasikan secara pribadi.
Bahkan bisa dikatakan saat frasa itu keluar, sesuatu yang buruk benar-benar akan terjadi, tapi tidak bisa langsung dibicarakan depan mata.
Dalam dunia bisnis, itu kelangsungan hidup paling politik, mengayunkan kapak dengan lembut padahal menyakitkan.
Namun, Galinsky punya alternatif untuk mengubah itu semua.
"Jika Anda memiliki kekuasaan, menghindari jenis 'kita perlu bicara' tanpa penjelasan perlu dilakukan," tuturnya.
Pemilik kuasa perlu menjelaskan pembicaraan bukan masalah besar atau memberi tahu mereka bahwa itu merupakan masalah besar dan alasannya.
Cara lain dengan restrukturisasi bahasa, yakni memulainya dengan bahasa yang membangun.
Sebut saja 'saya masih percaya dengan Anda', 'Anda karyawan yang memiliki kerja yang baik', atau 'perusahaan ini seperti sebuah keluarga' bisa menjadi awalan yang menghilangkan rasa takut dan cemas.