Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Aturan Baru Hambat Energi Terbarukan

Jessica Restiana Sihite [email protected]
27/2/2017 04:40
Aturan Baru Hambat Energi Terbarukan
(MI/Richaldo Hariandja)

PERATURAN Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dikritik beberapa pihak. Aturan anyar itu dinilai menyulitkan investor karena penetapan tarif listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi berdasarkan biaya pokok produksi (BPP) PT PLN sebagai pihak pembeli listrik. Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Dharma mengatakan pola penetapan tarif listrik tersebut merugikan investor. Pasalnya PLN kerap meminta tarif murah dari investor yang membangun pembangkit listriknya. “Pola sekarang tidak ilmiah karena hanya berdasarkan BPP satu pihak, yakni PLN. Padahal, dalam UU Energi dikatakan harga energi ditetapkan berdasarkan keekonomian dan keadilan,” papar Surya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (26/2).

Surya menilai terbitnya Permen ESDM No 12/2017 bakal memperlambat pembangunan pembangkit berbasis EBT. Saat ini, sebutnya, pertumbuhan pembangkit EBT hanya 0,36% per tahun. Padahal, pemerintah sudah menetapkan target bauran EBT dalam energy mix pada 2025 sebesar 23%. “Sekarang bauran EBT baru 6%. Kalau pertumbuhan 0,36% tidak berkembang, hanya dapat 3,6% dalam 10 tahun,” tukasnya. Dia berharap pemerintah bisa mengkaji kembali aturan tersebut atau memberi insentif lebih kepada investor. Salah satunya keringanan pajak selama masa eksplorasi untuk pengembangan panas bumi.
Senada, Energy Specialist Bank Dunia Muchsin menilai Permen ESDM No 12/2017 kurang mendukung EBT dengan investasi tinggi, seperti panas bumi dan air. Karena itu, perlu penyesuaian kebijakan untuk dua sumber EBT tersebut. Di sisi lain, nilai dia, pemerintah bisa fokus ke EBT lain yang tarifnya tidak mahal, seperti tenaga surya. “Dengan kondisi sekarang, yang memungkinkan ialah solar panel. Di luar negeri saja, solar panel bisa US$0,02-US$0,04 per kwh. Yang kita lihat, itu bisa di bawah BPP aturan Permen ESDM,” ucapnya.

Investor kecil
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi justru menilai Permen ESDM No 12/2017 membuat investor kecil bergembira. Selama ini, pembangkit yang sudah dibangun mereka kerap tidak digunakan lantaran PLN enggan membeli listriknya. Menurutnya, aturan itu akan disambut gembira oleh para investor yang mengelola limbah pabrik kelapa sawit karena listriknya bisa terbeli.

“Dengan ada permen ESDM itu, kan, PLN jadi tidak punya alasan untuk tidak membeli listrik dari EBT. Saya pikir minimal lima tahun lagi, masyarakat akan menikmati hasil dari aturan ini karena PLN bisa beli semua sumber energi,” pungkasnya. Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan Permen No 12 memang tidak lagi memberikan subsidi sebab berdasarkan undang-undang, subsidi hanya boleh diberikan kepada masyakarat tidak mampu, bukan untuk pengembang atau perusahaan EBT. Meski begitu, Jarman mengatakan pemerintah akan memberikan insentif kepada pelaku usaha sehingga EBT tetap bisa berkembang. (Ant/E-4)




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya