Pacu Investasi Bilateral

GUNA memacu investasi dan memperluas pasar ekspor bagi industri dalam negeri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan peningkatan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) melalui perjanjian bilateral.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan hal tersebut dilakukan karena saat ini orientasi AS ialah perjanjian bilateral.

“Untuk itu, kami menyampaikan perdagangan kedua negara harus ditingkatkan. Bagi Indonesia, AS menjadi salah satu pasar yang sangat strategis,” ujar Airlangga melalui siaran pers, Selasa (14/2).

Menurut Airlangga, kerja sama kedua negara khususnya di sektor industri perlu ditingkatkan lagi karena bersifat saling melengkapi. Ia menyebutkan selama ini investasi AS yang masuk ke Indonesia utamanya ada di sektor industri padat modal dan teknologi.

Sementara itu, Indonesia dapat mengisinya melalui industri yang cukup berdaya saing seperti kelompok sektor tekstil, pengolahan karet, kulit, barang kulit dan alas kaki, serta makanan dan minuman.

Menurutnya, ada beberapa industri potensial AS yang bisa bekerja sama dengan pelaku usaha dalam negeri, seperti sektor migas, mineral, pembangkit listrik, transportasi, dan telekomunikasi. “Kita bisa, contohnya untuk industri sepatu merek Nike, Indonesia kini telah menjadi salah satu produsen terbesar,” katanya.

Ia juga meminta investor AS agar dapat terus berkontribusi menanamkan modal di Indonesia terutama untuk memenuhi beberapa kawasan industri yang telah tersedia. Misalnya, kawasan industri di Dumai dan Tanjung Buton, Riau, kawasan industri di Berau-Kalimantan Timur, Gresik-Jawa Timur, Kendal-Jawa Tengah, serta Morowali-Sulawesi Tengah.

Airlangga juga berharap tahun ini bisa ada tambahan investasi atau ekspansi yang terealisasi dari pelaku industri AS. Contohnya, Apple akan membangun pusat inovasi di Indonesia.

Berdasarkan data Kemenperin, AS merupakan mitra dagang utama ketiga Indonesia setelah Tiongkok dan Jepang dengan nilai total perdagangan pada periode Januari 2016-Juli 2016 mencapai US$13,02 miliar. Dari neraca perdagangan itu, Indonesia mengalami surplus US$5,23 miliar atau naik 1,75% daripada periode yang sama 2015 US$5,14 miliar.

Moderat
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dalam World Trade Outlook Indicator (WTOI), menyatakan pertumbuhan perdagangan global meningkat secara moderat pada kuartal I 2017 setelah menguat pada kuartal IV tahun lalu.

Dengan angka saat ini 102,0, poin-poin WTOI di atas tren pertumbuhan perdagangan pada Februari-Maret. WTOI telah meningkat di atas tren sejak rilis terakhir tiga bulan lalu, di level 100,9 pada November 2016.

Menurut statistik WTO, indikator yang terkait dengan perdagangan termasuk angkutan udara, penjualan mobil, pesanan ekspor, dan pengiriman kontainer, semuanya mencatat kenaikan yang mantap dalam beberapa bulan terakhir. Itu menandakan pertumbuhan yang lebih cepat dalam volume perdagangan barang di beberapa bulan pertama tahun ini.

‘Namun, perdagangan elektronik dan bahan baku pertanian keduanya sedikit di bawah tren’, sebut laporan WTOI yang dirilis, Selasa (14/2).
WTOI ialah indikator utama perdagangan dunia untuk memberikan informasi real time tentang perdagangan barang 3-4 empat bulan menjelang statistik volume perdagangan. (Ant/E-2)