Headline
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.
Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.
PENERIMAAN perpajakan tahun ini ditargetkan mencapai Rp1.495,9 triliun atau meningkat Rp212 triliun jika dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun lalu.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi beberapa tahun lalu belum mampu melesatkan rasio penerimaan perpajakan Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan kuliah umum menyambut hari ulang tahun ke-47 Media Indonesia pada Kamis (19/1) lalu menyebutkan bahwa bila dilihat dari tax ratio dalam satu dekade terakhir, rasio penerimaan perpajakan pada tahun ini mengalami penurunan.
Hal itu menjadi tugas yang besar mengingat pada saat terjadi booming harga-harga komoditas perkebunan dan pertambangan, jumlah penerimaan pajak yang diperoleh tidak sebesar kenaikan harga yang cukup signifikan. Banyak perusahaan pertambangan tidak membayarkan pajak mereka secara benar sehingga negara tidak bisa melakukan fungsi redistribusi kesejahteraan secara maksimal.
Program tax amnesty yang sedang dijalankan pemerintah hingga triwulan pertama tahun ini merupakan awal bagi reformasi perpajakan. Pemerintah menyadari bahwa rasio penerimaan perpajakan 11% dari gross domestic bruto (GDP) amat tidak memadai untuk mendukung proses pembangunan.
Rasio yang dianggap cukup ideal bagi suatu negara untuk bisa menghimpun penerimaan pajak untuk mencapai tujuan pemerataan dan pemberantasan kemiskinan ialah 15%. Tahun ini penerimaan perpajakan Indonesia yang telah mencapai Rp1.495,9 triliun baru berada pada rasio 11%.
Pajak ialah tanggung jawab seluruh warga Indonesia yang memiliki kemampuan ekonomi. Tingkat kepatuhan dari wajib pajak di Indonesia masih perlu untuk terus diperbaiki.
Kalau dilihat pada 2016, ada 32 juta wajib pajak yang terdaftar. WP yang harusnya wajib menyerahkan SPT seharusnya 20 juta, tetapi realisasinya hanya 12 juta. Jumlah yang hanya 63% ini merupakan suatu tingkat yang relatif kurang baik jika dibandingkan dengan negara lain yang biasanya mencapai 75%-80%. Jadi, lanjut Sri Mulyani, pihaknya perlu melakukan penggiatan dan tidak hanya berhenti di pengampunan pajak.
Sri Mulyani memberikan gambaran bagaimana penerimaan perpajakan begitu penting dan menjadi alat untuk menjaga negara kesatuan. Jawa, ujarnya, berkontribusi atau punya share terhadap GDP 57,2% tetapi kemampuan terhadap mendapatkan alokasi bagi APBD hanya 32%. Transfer ke luar Jawa dari sisi APBN sangat besar.
Lihat Sumatra, share terhadap GDP 22%, tingkat kemiskinĀan 11%, pendapatan APBN dan APBD 20%, dan belanja APBN 17%. Pulau Sumatera menerima nett transfer sekitar Rp80 triliun dalam transfer belanja pemerintah pusat dan transfer daerah. Kalimantan juga dalam hal ini menyumbangkan pertumbuhan ekonomi 8,8%, belanja APBD 9%, dan dana transfer yang diperolehnya sekitar Rp70 triliun.
Sulawesi yang dalam hal ini memiliki size ekonomi 5,87% dari ekonomi Indonesia memiliki transfer yang signifikan sekitar Rp130 triliun dari APBN. Papua dan Maluku yang memiliki share 2,36% dari GDP Indonesia, tetapi mendapatkan transfer dari APBN mendekati Rp130 triliun. Begitu juga dengan Bali dan Nusa Tenggara yang GDP share-nya ialah 2,87%, tetapi net transfer dari APBN mencapai Rp60 triliun.
Sri Mulyani menegaskan data itulah yang menggambarkan bahwa APBN bisa dan mampu menjadi alat untuk redistribusi keadilan. Bila kita melihat dari sisi sektoral perpajakan kita, kita dapat melihat bahwa angka tax ratio kita masih belum cukup memadai.
Reformasi pajak dalam hal ini sangat dibutuhkan. Presiden Joko Widodo sendiri turun langsung menyosialisasikan tax amnesty. Pemerintah menginginkan tax base meningkat cukup tajam.
Penerimaan perpajakan yang menjadi sumber belanja pemerintah menjadi sangat penting sebagai instrumen yang mewujudkan kemakmuran dan keadilan bersama.
Tak bisa ditunda
Di Indonesia sebagai negara berkembang, terjadi fenomena penerimaan perpajakan masih bisa diusahakan, tetapi untuk belanja tidak bisa ditunda. Pemerintah tidak bisa mengatakan kita belanja nanti ketika sudah kaya. Itu tidak bisa terjadi dalam pengelolaan keuangan suatu negara. Oleh karena itu, mengamanĀkan sisi penerimaan menjadi penting.
Belanja, terutama untuk membantu generasi agar mereka menjadi generasi yang produktif, sehat, dan memiliki edukasi, itu tidak bisa ditunda karena menunggu negara menjadi kaya.
Pembangunan harus dijalankan. Oleh karena itu, di dalam pengelolaan APBN, defisit mungkin tidak bisa terhindarkan. Namun, persoalannya bukan pada defisit dan utang, melainkan bagaimana kita menggunakan defisit tersebut secara produktif.
Secara rata-rata defisit kita dalam satu dekade jika dibandingkan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi kita termasuk yang relatif sangat baik. Total defisit kita memang meningkat, tetapi dia menciptakan pertumbuhan ekonomi dan diharapkan juga menciptakan pemerataan.
Bila kita melihat belanja pemerintah, alokasi belanja kelompok, kenaikan yang lebih besar ialah belanja barang dan modal. Dua sisi ini penting karena pemerintah perlu sekali untuk membangun infrastruktur dasar. Mulai air bersih, sanitasi jalan, hingga listrik yang dibutuhkan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.
Belanja pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur meningkat karena itu yang dibutuhkan masyarakat untuk menjadikan masyarakat makmur dan produktif.
Karena itu, dilakukan koreksi dari subsidi energi yang tidak menciptakan kecerdasan dan juga perbaikan dari kesehatan dari masyarakat yang setiap tahun masih tumbuh dan kelas menengah yang semakin lama semakin tinggi aspirasinya. Ini suatu komitmen yang luar biasa berani. (B-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved