Headline

Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.

Aturan Pemesanan Beras SPHP via Aplikasi Perlu Dikaji Ulang

Agus Utantoro
28/8/2025 16:15
Aturan Pemesanan Beras SPHP via Aplikasi Perlu Dikaji Ulang
Penjualan beras SPHP.(MI/Reza Sunarya )

KEBIJAKAN pemerintah yang mewajibkan pemesanan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui aplikasi digital serta aturan laporan penjualan harian mendapat sorotan dari ekonom Universitas Gadjah Mada Wisnu Setiadi Nugroho.

Ia menyebutkan digitalisasi di satu sisi dapat menjadi instrumen penting dalam pengawasan distribusi pangan. Namun, katanya, pemanfaatan digital juga dapat menjadi beban tambahan bagi pedagang kecil yang memiliki keterbatasan literasi digital dan akses teknologi.

"Kalau pemerintah terlalu menekankan sisi kontrol administratif tanpa memperbaiki logistik, tujuan stabilisasi harga beras bisa meleset. Pemerintah harus melakukan pendampingan dan sosialisasi serius agar kebijakan ini benar-benar inklusif,” katanya, Kamis (28/8).

Menurut dia kebijakan digitalisasi juga harus memerhatikan aspek keadilan distribusi. Jika tidak diatur dengan baik, pedagang besar yang memiliki kemampuan teknologi akan semakin diuntungkan, sementara pedagang tradisional semakin tertinggal.

Menurutnya, fokus utama justru harus diarahkan pada perbaikan rantai pasok beras dari gudang Bulog ke pedagang, agar distribusi lebih lancar, biaya logistik menurun, dan harga tetap terkendali.

“Pengawasan digital tetap penting, tetapi jangan sampai menggantikan peran fundamental pemerintah sebagai penyedia kebijakan dan penegak institusi, bukan sebagai pesaing pedagang kecil,” paparnya.

Wisnu kemudian menyoroti tumpang tindih antara distribusi beras SPHP melalui pedagang tradisional dengan operasi pasar yang digelar langsung di tingkat kelurahan dan RW. Jika pemerintah terlalu aktif melakukan penjualan langsung, pedagang pasar yang selama ini menjadi jalur distribusi alami beras justru terpinggirkan.

“Operasi pasar yang terlalu sering bersifat ad hoc dan berisiko melemahkan keberlanjutan distribusi rakyat. Negara seharusnya hadir memperkuat institusi pasar rakyat sebagai tulang punggung stabilisasi jangka panjang,” tegasnya.

Sementara itu, ia juga menyoroti keterlibatan TNI/Polri dalam distribusi beras SPHP. Wisnu berpendapat keberadaan aparat memang penting sebagai pengawas distribusi untuk menutup celah penyimpangan. Peran aparat diharapkan tidak terlalu dominan di jalur distribusi.

"Distribusi dan perdagangan sebaiknya tetap menjadi domain pedagang pasar, sementara aparat berfungsi sebagai penegak hukum dan pengawas aturan. Dengan begitu, ekosistem perdagangan tidak terganggu,” jelasnya.

Wisnu kemudian merekomendasikan pentingnya perbaikan logistik nasional untuk menurunkan biaya transportasi dan memastikan stok Bulog tersebar merata.

Ia juga mendorong penguatan regulasi dan pengawasan agar negara hadir sebagai pengatur dan pengawas, bukan sebagai distributor yang terlalu aktif.

Selain itu, ia menyarankan adanya mekanisme digital yang lebih adaptif, misalnya dengan menyediakan jalur pemesanan sederhana seperti melalui Whatsapp atau bantuan petugas pasar.

“Pemerintah juga perlu memastikan peran pedagang tradisional tetap terjamin sebagai jalur distribusi utama beras SPHP serta memberikan perlindungan kepada kelompok rentan agar margin pedagang kecil tidak semakin tertekan,” paparnya.

Pemerintah disarankan lebih menekankan perbaikan logistik dan kelembagaan distribusi beras sehingga stabilisasi harga dapat tercapai secara berkelanjutan.

“Negara idealnya hadir sebagai pembuat kebijakan yang adil dan penegak institusi, bukan sebagai pesaing dalam distribusi. Dengan begitu, stabilisasi harga tidak hanya menjawab kepentingan konsumen, tetapi juga memastikan petani dan pedagang kecil terlindungi,” pungkasnya. (AU/E-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya