Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

Insentif Berbasis Emisi dan TKDN Pacu Industri Otomotif

Media Indonesia
26/8/2025 02:00
Insentif Berbasis Emisi dan TKDN Pacu Industri Otomotif
Pengunjung melihat kendaraan yang dipamerkan pada pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) di ICE BSD, Tangerang.(MI/RAMDANI)

EKONOM Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Riyanto mendorong pemerintah untuk memberikan kebijakan fiskal yang konsisten berbasis pengurangan emisi dan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) agar bisa memacu industri otomotif nasional.

"Berikan kebijakan fiskal yang konsisten, fair dan proporsional berbasis emisi dan TKDN. Kendaraan yang berkontribusi mengurangi emisi cukup besar dan dampak terhadap perekonomiannya besar, patut memperoleh insentif yang besar pula," kata dia di Jakarta, Senin (25/8).

Alasan agar pemerintah menerapkan insentif berbasis pengurangan emisi dan TKDN, karena dampak berganda (multiplier effect) yang diberikan jauh lebih besar dibanding memberikan insentif terhadap produk otomotif impor.

Pihaknya mencatat satu pekerja yang terserap oleh industri otomotif nasional yang memiliki TKDN tinggi, bisa membuka lapangan pekerjaan untuk empat orang di sektor lainnya.

Oleh karena itu, dia mendorong agar pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh dan mendalam terkait insentif untuk mobil listrik (BEV) completely built-up (CBU/impor), serta meminta agar kebijakan tersebut tak dilanjutkan pada tahun 2026.

"Kaji secara mendalam benefit dan cost dari insentif fiskal untuk BEV CBU, baik dari sisi surplus konsumen, surplus produsen, fiskal pemerintah. Evaluasi juga dampaknya terhadap perekonomian nasional," katanya.

Sementara itu Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengakui, insentif BEV impor dalam rangka tes pasar sukses meningkatkan adopsi mobil ini di Indonesia. Tetapi hal ini menekan kinerja industri yang sudah lama eksis.

Gaikindo mencatat, utilisasi industri mobil turun dari 73% menjadi 55% tahun ini, seiring turunnya penjualan mobil domestik. Kinerja industri komponen juga terganggu, beberapa perusahaan sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pada titik ini, harus ada kebijakan untuk menciptakan keseimbangan industri otomotif. Intinya, insentif yang dirilis harus menggerakkan semua pemain otomotif di segmen ICE (kendaraan berbahan bakar fosil), HEV (kendaraan hibrid), BEV (kendaraan listrik), hingga industri komponen.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan belum membahas terkait perpanjangan insentif untuk mobil listrik BEV dengan skema CBU di tahun depan, dengan demikian kebijakan ini berakhir pada akhir Desember 2025 sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Adapun pemerintah memberikan insentif untuk importasi CBU mobil listrik berupa bea masuk dan keringanan PPnBM dan PPN, dengan ketentuan perusahaan penerima manfaat insentif ini harus melakukan produksi dalam negeri 1:1 dari jumlah kendaraan CBU yang masuk ke pasar domestik.

"Terkait dengan insentif ini, memang sampai dengan hari ini, kami belum juga, atau belum ada sama sekali rapat atau pertemuan dengan kementerian/lembaga terkait keberlanjutan insentif ini," kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan, Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono.

Saat ini ada enam perusahaan penerima manfaat insentif importasi BEV yaitu PT National Assemblers (Citroen, AION, dan Maxus), PT BYD Auto Indonesia, PT Geely Motor Indonesia, PT VinFast Automobile Indonesia, PT Era Indusri Otomotif (Xpeng), dan PT Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Enam perusahaan tersebut memiliki rencana investasi di Tanah Air sebesar Rp15,52 triliun yang memiliki kapasitas produksi hingga mencapai 305 ribu unit sebagai imbal balik dari mengikuti program ini. (Ant/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya