Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Tarif Listrik EBT Ditinjau Ulang

Tesa Oktiana Surbakti
30/11/2016 09:07
Tarif Listrik EBT Ditinjau Ulang
(Antara/M Agung Rajasa)

PEMERINTAH siap mengkaji ulang aturan-aturan feed in tariff listrik dari energi baru terbarukan (EBT). Revisi akan dilakukan terhadap aturan yang masih dalam penyusunan ataupun yang sudah diterbitkan.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan peninjauan itu perlu dilakukan lantaran pengembangan EBT masih terhambat oleh masalah harga yang belum ideal bagi investor sebagai penjual ataupun PT PLN (persero) sebagai pembeli. Untuk itu, pemerintah berupaya mencari titik temu yang ideal bagi kedua pihak.

"Peninjauan kembali aturan tarif ini mempercepat pengembangan EBT," sebut Arcandra pada Rapat Kerja Nasional Kadin Indonesia Bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup, di Jakarta, kemarin.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana menambahkan aturan hanya direvisi, tidak dicabut, yang berubah juga hanya soal tarif.

"Yang direvisi adalah review tarif. Permennya itu kan kalau direvisi itu bukannya dicabut. Cuma yang direvisi itu bukan permennya tapi tarifnya, bisa jadi lebih tinggi atau bisa lebih rendah," ujarnya.

Salah satu yang akan direvisi, contohnya, feed in tariff listrik dari tenaga sampah. Tarif akan diturunkan atau dinaikkan dengan menghitung kembali variabel-variabel seperti biaya operasi (operational expenditure/opex) yang dibutuhkan, tingkat pengembalian modal (internal rate return/IRR), dan teknologi yang digunakan.

Rida mencontohkan pada pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Dari PLTSa, misalnya, dipatok dengan harga US$18,77 sen/kWh, dengan asumsi opex Rp100 triliun. Menurut Rida, penentuan opex itu tepat atau tidak sangat bergantung pada teknologi yang digunakan.

Kontribusi
Pada kesempatan berbeda, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan siap berkontribusi menerangi wilayah yang masih belum teraliri listrik. Saat ini masih ada 12.695 desa di seluruh Indonesia yang belum terlistriki dengan baik. Bahkan sekitar 2.500-an desa di antaranya belum berlistrik sama sekali sehingga gelap gulita ketika malam tiba.

"Para pengusaha sedang berusaha mengumpulkan dana hibah dan pinjaman lunak sebesar US$8 miliar atau sekitar Rp104 triliun untuk melistriki 12.695 desa itu," sebut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi Baru Terbarukan dan Lingkungan Hidup Halim Kalla.

Menurut dia, hingga kini masih terdapat kesenjangan rasio elektrifikasi antara wilayah perkotaan dan perdesaan.

Halim menambahkan kontribusi dari pihak swasta sangat dibutuhkan pemerintah agar semua desa di seluruh Indonesia bisa menikmati listrik. Banyak daerah sulit dijangkau PLN. Karena itu, swasta bisa masuk untuk membantu. Untuk itu, Kadin hanya meminta dukungan dari pemerintah dalam bentuk payung hukum.

Demi mempercepat pembangunan infrastruktur kelistrikan di desa-desa, Halim juga menyarankan pemerintah daerah supaya merampungkan rencana umum energi daerah (RUED). Dengan keberadaan RUED tersebut, pembangunan pembangkit-pembangkit listrik berskala kecil dan menengah di desa tentu dapat dipercepat.

Hal itu disebabkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) membutuhkan dukungan rencana tata ruang dan wilayah pemda. (Ant/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik