Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KASUS beredarnya beras oplosan yang dikemas dalam karung bermerek SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) belakangan ini ramai terjadi di masyarakat.
Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mengaku khawatir terhadap praktik curang tersebut. Menurutnya, praktik tersebut merugikan masyarakat dan mencoreng upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan.
"Ini sangat merugikan konsumen dan berpotensi menurunkan kepercayaan terhadap program pangan nasional. Masyarakat berhak mendapat beras yang layak konsumsi, bukan beras rusak yang disamarkan dengan kemasan SPHP," tegasnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis (31/7).
Daniel menilai tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menipu konsumen dengan mencatut nama program pemerintah. Ia mendesak Perum Bulog melakukan pengawasan lebih ketat, terutama terkait penggunaan karung SPHP yang mulai disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Bulog harus menutup celah penyalahgunaan karung SPHP. Ini penting demi menjaga integritas program stabilisasi pangan serta melindungi masyarakat dari penipuan," ujarnya.
Selain itu, Daniel juga meminta agar Satuan Tugas (Satgas) Pangan turun tangan secara serius dalam menangani kasus ini. Menurutnya, mafia beras yang mempermainkan kualitas dan harga harus ditindak tegas tanpa kompromi.
"Satgas Pangan tidak boleh tinggal diam. Jangan beri ruang sedikit pun bagi praktik nakal yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan kualitas pangan dan hak konsumen," tambahnya.
Daniel memastikan Komisi IV DPR akan terus mengawasi dan mendorong penindakan tegas, serta perbaikan sistem distribusi agar praktik serupa tidak kembali terjadi.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani memastikan beras oplosan tersebut bukan berasal dari gudang Bulog. Pelaku diketahui memanfaatkan karung bekas SPHP untuk mengemas beras berkualitas rendah dan rusak, lalu menjualnya dengan harga tinggi.
Kasus beras SPHP oplosan pertama kali terungkap di Kabupaten Pelalawan, Riau. Beras seharga Rp8.000 per kilogram dan beras berkualitas reject dicampur dan dikemas yang kemudian dijual dengan harga Rp13.000 per kilogram. (Fal/E-1)
Polri tetapkan 3 petinggi Food Station sebagai tersangka kasus beras premium oplosan yang tak sesuai SNI. Ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara.
Satgas Pangan Polri menyita barang bukti berupa beras 132,65 ton.
Satgas Pangan Polri akan memeriksa ahli korporasi untuk memastikan pertanggung jawaban korporasi PT Food Station. Selanjutnya, menetapkan korporasi sebagai tersangka.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung Jawa Barat (Jabar) memastikan tidak ditemukan adanya beras oplosan yang beredar di pasar tradisional maupun pasar modern di Kota Bandung.
PEMERINTAH Kota (Pemko) Pekanbaru, melalui Dinas Ketahanan Pangan (DKP) memperketat pengawasan terhadap peredaran beras oplosan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved