Cegah Kecelakaan Fatal di Area Kerja Berisiko Tinggi

Despian Nurhidayat
18/7/2025 11:10
Cegah Kecelakaan Fatal di Area Kerja Berisiko Tinggi
Ilustrasi(Dok Ist)

KESELAMATAN kerja masih menjadi perhatian utama di berbagai sektor industri, terutama ketika tantangan tidak hanya datang dari kelalaian manusia, tetapi juga dari lingkungan kerja yang berisiko tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak 462.241 kasus kecelakaan kerja tercatat sepanjang Januari hingga Desember 2024 . Angka ini menjadi pengingat bahwa isu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih menjadi tantangan besar di dunia industri Indonesia.

Penyebab kecelakaan kerja umumnya berasal dari faktor internal seperti kelalaian prosedur keselamatan, kurangnya pelatihan dan edukasi, kondisi fisik pekerja yang tidak fit, serta penggunaan peralatan yang tidak aman . Namun, tantangan tak hanya datang dari sisi internal. Faktor eksternal seperti paparan gas berbahaya, kekurangan oksigen, suhu ekstrem, atau partikel beracun, terutama di area kerja terbatas (confined space), juga kerap menjadi penyebab utama kecelakaan kerja. Situasi ini membutuhkan pendekatan terpadu, mulai dari perencanaan kerja, peralatan pelindung, hingga sistem deteksi yang mumpuni.

Sejalan dengan misi untuk melindungi para pekerja di Area Berisiko Tinggi, Dräger Indonesia meluncurkan dua solusi inovatif: Detektor multigas X-am 2600 dan SCBA PSS 3000E (Self-Contained Breathing Apparatus) yang dirancang untuk melindungi pekerja dari paparan gas beracun dan kekurangan oksigen.

Peluncuran ini dilakukan dalam workshop bertajuk “Managing Risks: Confined Space Entry & Health and Safety at the Workplace” yang digelar di kantor pusat Dräger Indonesia, Jakarta. Acara ini turut mengedukasi peserta dari berbagai sektor industri tentang risiko kerja di ruang terbatas dan pentingnya pemahaman menyeluruh terhadap K3.

“Melalui peluncuran perangkat dengan standar kualitas Jerman, Dräger menegaskan komitmennya dalam meningkatkan keselamatan kerja di Indonesia, khususnya bagi para pekerja di lingkungan berisiko tinggi. Perlindungan yang efektif tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga pada ketersediaan perangkat andal di situasi darurat. Kami terus memperkuat peran sebagai mitra industri dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan berkelanjutan,” ungkap Managing Director Dräger Indonesia, Ratna Kurniawati, dilansir dari keterangan resmi, Jumat (18/7). 

Produk Detektor multigas X-am 2600 dan SCBA PSS 3000E dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan industri terhadap perangkat yang andal, praktis, dan ekonomis, tanpa mengurangi kualitas yang telah menjadi ciri khas Dräger sejak 1889. Kedua produk ini melengkapi lini portabel Dräger, menawarkan solusi bagi berbagai sektor industri—dari manufaktur, minyak dan gas, industri kimia hingga tambang dan konstruksi.

"Produk ini hadir untuk melengkapi portofolio detektor multi-gas portabel dan SCBA dengan pilihan yang lebih kompetitif. Peluncuran ini merupakan langkah nyata dalam menghadirkan teknologi berkualitas tinggi khas Dräger ,Technology For Life, yang telah dipercaya sejak 1889, guna menjangkau lebih banyak sektor sekaligus membuka akses yang lebih luas bagi industri dalam menerapkan standar keselamatan yang lebih tinggi,” ujar Head of Safety Dräger Indonesia, Siva Salitoray. 

Selain perangkat, edukasi dan kesiapsiagaan personel juga tak kalah penting. Menurut praktisi dan trainer Environment, Health & Safety (EHS), Emanuel Eko Haryanto banyak kecelakaan kerja khususnya di ruang terbatas yang terjadi akibat kombinasi antara SOP yang tidak dijalankan secara konsisten dan kurangnya peralatan pendukung yang tepat.

“Selain SOP, penting adanya peralatan memadai seperti alat deteksi gas. Banyak gas berbahaya yang tidak diinginkan bisa muncul di area kerja ruang terbatas, seperti H?S, yang berisiko memicu kebakaran, ledakan, atau keracunan. Umumnya digunakan detektor tetap (fixed gas detector) atau portabel seperti Dräger X-am 2600. Sementara SCBA sangat krusial di lingkungan yang kadar oksigennya rendah, ada gas beracun, atau suhu ekstrem. Tapi yang paling penting, pekerja harus dibekali pelatihan, simulasi, dan perlengkapan lengkap,” ungkap Emanuel Eko Haryanto. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya