Takhayul pun Bikin Ekonomi Terpukul

Fathia Nurul Haq/E-4
17/9/2015 00:00
Takhayul pun Bikin Ekonomi Terpukul
(MI/SENO)
"JANGAN bangun siang, nanti rezeki dipatuk ayam." Anda pasti akrab dengan ungkapan itu karena di negeri ini ada banyak mitos dan takhayul turun-temurun yang terkadang dibumbui ancaman mistis.

Walau tidak selalu benar, sebagian justru mencerminkan kearifan lokal, misalnya untuk para pedagang yang harus bangun pagi agar dagangan mereka terjual secepatnya.

Dalam pandangan Rektor Universitas Paramadina Profesor Firmanzah, takhayul bukan bagian dari kebudayaan modern.

Ia mengutip orasi fenomenal sastrawan dan wartawan senior Mochtar Lubis (alm) pada 1977 yang menyebut percaya takhayul ialah satu dari 11 karakteristik negatif bangsa yang menghambat kemajuan negara.

"Masyarakat modern kalau mengambil keputusan harus rasional dan logis," kata dia di depan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), di Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, kemarin.

Menurutnya, masyarakat harus terbiasa dengan data dan informasi yang valid, terutama di bidang ekonomi.

Namun, gara-gara mitos itu juga gonjang-ganjing ekonomi global ini terjadi.

Semua akibat mitos yang cukup paten soal kesejahteraan warga AS yang selalu berbanding terbalik dengan kesejahteraan seluruh dunia.

Kebijakan penyesuaian suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) diyakini membawa pulang investor 'Negeri Paman Sam' dan miliaran dolar investasi pun pulang kandang.

Ini membuat investor global latah menarik investasi mereka.

Ulah mereka kian menjadi jelang sidang Federal Open Market Committee (FOMC) yang dijadwalkan Kamis (17/9) waktu AS.

Semua menunggu sabda Jannet Yellen, Gubernur The Fed. Jika Yellen menaikkan suku bunga acuan The Fed, guncangan arus uang dipercaya akan terjadi dan memukul perekonomian global.

Saat menunggu dalam ketidakpastian itu pula rupiah terkulai dengan terdepresiasi 15% sejak awal tahun.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun menciut di kisaran 4.300 setelah sempat jaya menembus 5.000.

Bahkan acuan itu juga ikut memengaruhi arah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.

"Nanti saja, tunggu FOMC," cetus Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat ditanya soal tersebut.

Meski demikian, Direktur Strategis dan Portofolio Utang DJPPR Kemenkeu Schneider Siahaan justru meyakini dampak penaikan suku bunga acuan The Fed tidak akan permanen bila pasar AS sampai pada titik jenuh menerima inflow.

"Saat ini lebih baik jika Yellen memberi sinyal kenaikan supaya pasar tidak terus berspekulasi," kata dia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya