Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Eksplorasi Minyak dan gas Bumi Butuh Dana Besar

MI
14/9/2015 00:00
Eksplorasi Minyak dan gas Bumi Butuh Dana Besar
(Anjungan PAPA, Flowstation Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di lepas pantai Karawang, Jabar,--ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA)
MINYAK dan gas bumi (migas) merupakan kebutuhan yang teramat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua aktivitas kita selalu membutuhkan migas. Tidak mengherankan jika migas menjadi urat nadi kehidupan. Namun, di balik pentingnya migas, bukan perkara mudah untuk menemukan sumber energi ini.

Berbagai proses panjang dan rumit mesti dilalui. Kegiatan usaha migas terbagi menjadi dua, yakni hulu (upstream) dan hilir (downstream). Kegiatan hulu meliputi mencari (eksplorasi) dan mengangkat migas dari dalam perut bumi (eksploitasi). Sedangkan kegiatan hilir meliputi pengolahan migas serta mendistribusikan dan memperdagangkan hasil olahan migas.

Dari dua kegiatan utama yang dilakukan di industri hulu migas, kegiatan eksplorasi berperan penting dalam menjaga cadangan migas serta mencegah penurunan laju produksi. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan cadangan migas yang menjadi langkah awal dari keseluruhan proses bisnis hulu migas. Keberhasilan kegiatan eksplorasi menjadi pijakan bagi kegiatan berikutnya, yakni eksploitasi.

Kegiatan eksplorasi inilah yang dinilai rumit. Sebelum melakukan eksplorasi, dibutuhkan kajian yang panjang dan kompleks mengingat posisi cadangan migas tidak terlihat secara kasat mata dan berada jauh di bawah permukaan tanah. Kegiatan eksplorasi diawali dengan tahapan persiapan berupa studi pendahuluan dan perencanaan.

Cadangan migas atau hidrokarbon mayoritas berada di cekungan belakang busur dan cekungan tepi benua. Di Indonesia, cekungan belakang busur banyak ditemukan di sisi timur Pulau Sumatra, pesisir dan lepas pantai utara Pulau Jawa, adapun cekungan tepi benua dapat dijumpai di Laut Natuna, Kalimantan Timur, Papua, dan selatan Maluku. Namun, bukan berarti seluruh titik di kawasan tersebut memiliki cadangan hidrokarbon yang ekonomis untuk diproduksikan.

Untuk mendapatkan lokasi cadangan hidrokarbon yang presisi, perlu adanya studi geologi dan geofisika. Para ahli
geologi akan memetakan kondisi permukaan secara detail. Salah satunya menggunakan citra satelit atau foto udara. Hasil pemetaan itu nantinya menjadi acuan dalam merencanakan titik lokasi pengeboran eksplorasi.

Selain studi geologi, juga dibutuhkan studi geofisika. Studi ini memetakan kondisi lapisan bebatuan di bawah permukaan
tanah. Berdasarkan hasil studi geologi dan geofisika tersebut, barulah diputuskan apakah suatu lokasi layak dieksplorasi.

Jika layak akan ditindaklanjuti dengan melakukan pengeboran sumur eksplorasi. Pengeboran sumur eksplorasi hanya akan menghasilkan dua kemungkinan, yakni adanya cadangan hidrokarbon atau tidak. Jika ternyata pengeboran sumur
eksplorasi yang sudah dilakukan tidak berhasil menemukan cadangan hidrokarbon, kegiatan
eksplorasi tidak akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya.

Selain perhitungan teknis yang tepat dan akurat, kegiatan eksplorasi membutuhkan dukungan dana dalam jumlah besar. Pasalnya, biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan eksplorasi sangat besar dan mahal. Secara total, kegiatan eksplorasi untuk satu sumur membutuhkan biaya antara US$25 juta hingga US$45 juta, bahkan lebih dan bisa mencapai ratusan juta dolar.

Itulah mengapa kegiatan eksplorasi migas di Indonesia membutuhkan dukungan dana dari investor karena seluruh
pembiayaan dari awal hingga akhir kegiatan tidak mungkin diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (S-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya