Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Berbagi dan Meraup Kesuksesan dengan Sulam Indah

Dzulfikri Putra Malawi
12/9/2015 00:00
Berbagi dan Meraup Kesuksesan dengan Sulam Indah
()
SETIAP hari, seusai menuntaskan pekerjaan rumah masing-masing, Lily Wijayanti, 60, Tri Edi, 50, dan Rita Atianti, 58, bergegas menuju sebuah rumah di bilangan Meruya Selatan, Jakarta Barat. Di rumah itu, mereka bukan bertamu, melainkan mengerjakan karya sulam yang indah-indah. Aktivitas itu telah berlangsung sejak sepuluh tahun silam. Tangan-tangan terampil ibu-ibu itu mampu menghasilkan karya sulam dalam bentuk tas dan aksesori yang memiliki nilai jual tinggi. Sang pemilik rumah, Endang Rachminingsih, yang bulan depan genap berusia 64 tahun, menamainya Rumah Sulam Rachmy.

Ia mendirikan rumah kreatif yang kini justru berkembang menjadi tempat usaha produksi tas dan aksesori dengan balutan karya sulam secara tidak sengaja. Saat memutuskan menjadi tenaga sukarelawan di Sekolah Luar Biasa (SLB) 6 Meruya pada 2005 untuk mengajarkan pembuatan aksesori, Endang mengembangkan ajarannya dengan sulam. Ia hanya bermodal pengetahuan sulam yang didapatnya saat SMP. Sambil mengembangkan sulam, ia mengajak ibu-ibu yang dikenalnya saat mendirikan sanggar keterampilan Sekar Melati pada 1996 silam untuk belajar sulam bersama.

Sejak saat itu hasil produksi tas yang juga karya tangan dari anak-anak SLB laris terjual. Berbagai pameran kerajinan pun diikuti Rumah Sulam Rachmy. Kegigihan Endang dan rekan-rekannya di rumah sulam itu menarik perhatian pihak swasta, BUMN, hingga pemerintah untuk mensponsorinya. "Sampai saat ini saya tidak pernah mengeluarkan biaya untuk pameran ke berbagai daerah dan luar negeri," papar Endang saat ditemui di kediamannya, Kamis (10/9) lalu. Endang mengatakan para sponsor tertarik dan mau mendukung lantaran ada kegiatan sosial di dalamnya.

Bagi mereka, kegiatan tersebut diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi para pelaku industri yang berbasis unit usaha kecil dan menengah. Berkat dukungan berbagai pihak, Rumah Sulam Rachmy dapat berpameran di Yogyakarta, Bali, Semarang, Batam, dan kota-kota lainnya. Bahkan Jerman, Jepang, Singapura, dan beberapa negara Eropa lainnya juga dapat mereka sambangi. Yayasan Sulam Indonesia yang diketuai Triesna Jero Wacik pun turut mendukung langkah Endang. Seiring dengan berjalannya waktu, kerajinan itu menjadi unit usaha yang cukup menjanjikan.

Terlebih setelah beberapa stasiun televisi meliput sosok Endang yang dijadikan inspirasi. "Secara tidak langsung itu menjadi promosi produk saya dan teman-teman. Sejak awal saya tidak kepikiran untuk menjadi sebuah unit usaha, semua mengalir begitu saja. Prinsipnya apa yang ingin diberikan dengan ikhlas, Tuhan pasti memberi jalan," ungkap ibu empat anak itu. Belakangan butik-butik ternama seperti Danar Hadi, Aleira, Chic Mart, dan Martha Tilaar turut memasarkan produk Rumah Sulam Rachmy.
Bahkan pada 2006, Rumah Sulam Rachmy diminta memasok cendera mata di toko suvenir Istana Negara. Untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, selain melibatkan murid- murid SLB, Rumah Sulam Rachmy mempekerjakan 12 karyawan untuk proses produksi tas.

Estetika seni
Setelah sempat berhenti beberapa lama, sejak awal 2015, Endang mulai aktif lagi mengikuti berbagai pameran. D alam sebulan, omzet bersih produksinya bisa mencapai Rp16 juta-Rp35 juta. Bahkan ibu-ibu yang juga memproduksi tas sulam masing-masing bisa meraih penghasilan Rp4 juta-Rp5 juta per bulan tergantung banyaknya produk yang mereka buat. Harga jual pun bervariasi, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. "Biasanya saya tentukan harga jual setelah barangnya jadi. Estetika seni dan keeksklusifannya memengaruhi harga jual. Untuk tas dengan sulaman tangan, hanya diproduksi satu saja setiap desainnya," jelasnya.

Satu sulaman tangan yang dikerjakan ibu-ibu serta anak-anak SLB dihargai Rp200 ribu-Rp600 ribu tergantung ukuran dan tingkat kerumitan. Selain itu, Endang menggunakan mesin bordir untuk menyulam desain-desain karyanya yang diproduksi secara massal. Saat ini Endang mempekerjakan tiga penjahit tas dan bordir sulam. Walaupun menggunakan mesin jahit, pola desain yang dibuat tetap manual sehingga keahlian penjahit dipertaruhkan untuk membuat produk sulamannya supaya terlihat bagus. Karena itu, dalam sehari ia hanya mampu mengerjakan tiga desain sulam.

Menurut salah seorang penjahit Rumah Sulam Rachmy, kalau menggunakan komputer harus partai besar dengan jumlah ratusan untuk satu desain. Hal itu juga yang memengaruhi harga jual karena tidak diproduksi dalam jumlah banyak. Endang juga kerap mengolaborasikan lukisan, payet, kristal, dan mutiara bersama sulam untuk setiap produksi tas. Untuk urusan desain, biasanya diperoleh Endang dari hasil imajinasi. Kegemarannya merangkai bunga menjadi bekal desain-desain yang dilahirkan. Selain itu, buku-buku desain kerap ia konsumsi ketika bepergian ke luar negeri. "Tantangannya harus semakin kreatif dalam menciptakan desain baru dan harus selalu berimajinasi dengan perkembangan bahan-bahan yang menjadi tren industri tas," pungkasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya