Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Wacana Impor Gas Pantik Kekhawatiran

MI
13/10/2016 09:49
Wacana Impor Gas Pantik Kekhawatiran
()

WACANA impor gas untuk industri di wilayah Sumatra yang dilontarkan Plt Menteri ESDM Luhut B Pandjaitan memantik kekhawatiran di kalangan produsen. “Kalau memang harga gas impor akan lebih murah ketimbang harga gas dome­stik, saya khawatir kegiatan industri hulu migas akan menurun tajam,” ujar Presdir PT Pertamina Hulu Energi, Gunung Sardjono Hadi, saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Kontraktor, sambung dia, akan berpikir ulang untuk mengebor dan mengembangkan lapangan migas lantaran khawatir produksi tidak terserap. Saat ini saja, data Ditjen Migas Kementerian ESDM per Juni 2016 memperlihatkan ada 17,8 kargo liquefied natural gas (LNG/gas alam cair) Indonesia belum mendapat pembeli. Gunung pun meminta pemerintah memetakan masalah dari hulu sampai hilir, termasuk membedah aspek suplai dan permintaan.

“Dilihat lagi hasil mapping-nya, mana yang memang oversupply dan shortage. Perlu dipikirkan infrastrukturnya untuk subsidi silang,” kata Gunung.

Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan ada sejumlah cara untuk menekan harga gas domestik bagi industri ketimbang impor. “Di hulu, kita efisiensikan dari sisi cost recovery, misalnya. Kemudian efisiensi transmisi, mulai penurunan iuran BPH dan tol fee, juga efisiensi distribusi,” kata dia.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menegaskan pihaknya tetap meminta tambahan empat industri di luar tujuh industri yang menurut Perpres No 40/2016 dapat menikmati harga gas keekonomian.

“Tambahan empat itu karena mereka kan industri yang punya daya saing. Kalau harga gas turun, daya saingnya bisa naik,” ucap Airlangga di Jakarta, kemarin.

Empat industri yang ia maksud ialah farmasi, kertas dan bubur kertas, makanan dan minuman, serta tekstil. Sebelumnya, Luhut mengatakan pemerintah fokus penurunan harga gas untuk tujuh industri.

“Dengan harga minyak sekitar US$40 per barel, harga gas ekspor kita di bawah US$4 per mmbtu. Jadi, kalau ekspor bisa (rendah), kenapa tidak bisa dijual (rendah) ke dalam negeri?” lanjutnya.

Perihal opsi impor gas, Airlangga menilai itu harus dibarengi dengan penyediaan tanki terapung yang pembangunannya bisa 2-3 tahun. “Artinya, ini malah meng­alihkan persoalan ke 2-3 tahun ke depan. Persoalan hari ini, kami harap diselesaikan hari ini, bukan di 2019,” ucap Airlangga. (Tes/Jes/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik