Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Menjaring Puluhan Juta per Bulan dari Bau Terasi

MI
29/9/2016 09:21
Menjaring Puluhan Juta per Bulan dari Bau Terasi
(MI/Seno)

PERJUANGAN Hadianto, sang juragan terasi di Belitung, dimulai sejak 1996 lalu. Tidak ada yang menyangka bahwa usaha kecil-kecilan yang dirintis pria yang kini berusia 44 tahun itu bakal berkembang pesat dan menghasilkan omzet puluhan juta.

Berawal dari niat ingin mengubah nasib, Hadianto nekat menjual televisinya untuk modal membangun usaha pembuatan terasi. Dari uang sebanyak Rp300 ribu hasil penjualan telivisi itulah, pira ini memulai membangun kerajaan terasinya.

“Maklum orangtua saya hanya orang kecil. Mereka mencari nafkah hanya dengan berdagang ikan asin,” ujar Hadianto, saat ditemui di tempat penjualannya, di Belitung, akhir pekan lalu.

Dalam memulai usaha, Ha­dianto mengaku mengalami berbagai macam rintangan. Bau busuk udang yang menjadi bahan baku membuatnya harus berpindah rumah berkali-kali.

“Kami sekeluarga harus berkali-kali pindah rumah karena diusir warga. Mereka tidak tahan dengan bau terasi yang menyengat,” ujar lelaki berkulit legam ini sembari tertawa.

Perlahan usahanya mulai menunjukkan hasil. Berawal dengan merekrut tiga karyawan, usahanya pun semakin berkembang. Hadianto mulai mengemas produk terasinya dengan lebih baik. Terasi tersebut dijual dalam kemasan botol ukuran selai roti, dan diberi merek ANT. Titik balik bisnis terasi ANT miliknya mulai terjadi seusai ia mendapat pinjaman program kredit usaha rakyat (KUR) yang dikucurkan Bank Mandiri. Saat itu, dia mendapatkan bantuan modal sebanyak Rp25 juta dengan bungan hanya 9%.

Sedikit membuka kartu, Hadianto menyatakan yang membuat terasi ANT laris ialah karena dibuat lebih higienis ketimbang terasi konvensional pada umumnya. Kalau terasi dari daerah lain berbahan baku dari udang yang dibusukkan, tapi bahan baku terasi ANT berasal dari fermentasi udang rebon segar. Dengan demikian, produk terasi Hadianto digaransi bebas mikroba yang membahayakan pencernaan.

Untuk bahan baku, dia mendatangkan udang rebon langsung dari daerah Jawa dan Lampung. Pasalnya, pasokan rebon di Belitung tidak mencukupi kebutuhan.

Karena cita rasa yang autentik dari resepnya, rumah produksi terasi milik Ha­dianto jarang sepi order. Setiap harinya, pesanan terasi bisa mencapai lebih dari 1.000 botol terasi kering, belum termasuk terasi basah. Bahkan, penjualan pernah menembus sebanyak 1-1,5 ton terasi basah dan kering. Hadianto mengaku omzet per bulan dari berjualan terasi mencapai Rp70 juta-Rp80 juta.

Harga per botol terasi ke­ring ialah Rp18 ribu, sementara dari Hadianto ke reseller dihargai Rp11 ribu per botol. Sementara itu, terasi mentah dijual Rp45 ribu per kg dengan isi 5 bungkus.

“Yang beli sih banyak dari Surabaya, Semarang, dan daerah lain di Indonesia. Kami pun tidak melirik pasar ekspor karena pasar di sini masih besar,” ujarnya. (Dero Iqbal Mahendra/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya