Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Mereka Tertonjok Ekonomi Moncer

MI
07/9/2016 08:41
Mereka Tertonjok Ekonomi Moncer
(MI/Duta)

GELOMBANG pasang ekonomi tak selalu menguntungkan bagi sebagian kelas masyarakat. Bukan, ini bukan bicara soal masyarakat miskin, melainkan tentang masyarakat menengah dan beberapa lapis di bawahnya. Banyak dari mereka tak mampu menikmati kehidupan justru karena tertekan oleh pertumbuhan ekonomi di wilayah mereka.

Kenapa begitu? Mari kita ambil contoh di Negara Bagian Oregon, Amerika Serikat. Jika diukur dari segi apa pun, kondisi ekonomi di wilayah itu semakin meningkat. Tingkat pengangguran, misalnya, tahun ini ada di bawah 5% , untuk pertama kalinya sejak 1990-an. Permintaan ruang kantor di pusat Kota Portland pun melonjak.

Namun, apa yang terjadi? Kondisi itu membuat sebagian orang di kota tersebut tertonjok oleh harga sewa apartemen yang melejit. Arlene Hill, 59, warga asli Portland, yang telah menghabiskan sepanjang hidupnya di industri jasa, menjadi salah satu yang terkena pukulan berat itu.

Ia yang selama 14 tahun tidak pernah menunggak membayar sewa apartemen, dan membesarkan anak di sana, tiba-tiba pada musim semi ini diperingati pemilik unit dan diberi waktu 30 hari sebelum pindah. Alasanya, harga sewa unit akan dinaikkan. “Pemilik apartemen berencana menaikkan harga sewa secara substansial setelah saya pergi,” ujar Hill seperti yang dilansir dari situs Oregon Live, Selasa (6/9).

Untuk sementara, ia pun menumpang di rumah temannya, sebelum menemukan rumah untuk disewanya lagi. Namun, Hill tak yakin akan menemukannya. Untuk membeli rumah? Ia bahkan tak berani memikirkan kemungkinan itu. Semurah-murahnya kepemilikan tempat tinggal di Oregon, sangat jauh dari kemampuan keuangan Hill.

“Membeli rumah selalu menjadi impian saya, tapi tidak bisa. Saya hanya penyewa karena penghasilan saya tak banyak.”

Hill hanya satu dari sekian banyak penduduk asli Oregon yang yang tidak mendapat manfaat dari ekonomi yang berkembang di wilayah itu.

Laporan tahun lalu dari firma peneliti ekonomi ECONorthwest menyebutkan pangsa orang yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan kelas menengah terus menurun. Di sisi lain, harga rumah meningkat dengan cepat dan lowongan sewa menyusut. “Kedua hal itu bersama-sama menciptakan tekanan,” ujar John Tapogna, Direktur ECONorthwest.

Bagaimana di Jakarta? Mirip. Ibu Kota yang bertumbuh membuat sebagian kaum pekerja tak mampu menjangkau perumahan di dalam kota. Tinggal di area komuter atau pinggiran luar Jakarta pun menjadi pilihan.

Hilmi, misalnya, lebih memilih mengambil rumah di wilayah Depok, Jawa Barat, dengan skema KPR bertenor 25 tahun. “Pernah terpikir tinggal di Jakarta, tapi dengan harga hampir sama, rumah di Jakarta di dalam gang,”

Pricillia, juga sama. Karena ketidak­mampuannya ‘menyentuh’ rumah di Jakarta, ia mesti rela memilih membeli rumah seharga Rp220 juta di Citayam, Bogor, dengan cicilan Rp2,3 juta selama 15 tahun.

Pada perspektif itu, pertumbuhan ekonomi ternyata seperti buah simalakama. (Try/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya