Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Mendorong produktivitas pertanian tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Untuk itu kerja sama dengan berbagai stakeholder menjadi penting, salah satunya kerja sama dengan Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi).
Peragi sendiri merupakan organisasi profesi ahli agronomi yang didirikan pada 9 Agustus 1977 di Bogor, dengan jejaring luas di setiap provinsi dan kabupaten di Indonesia. Anggota Peragi berasal dari para peneliti dari perguruan tinggi dan lembaga litbang, birokasi pusat dan daerah, pelaku bisnis swasta, dan juga pelaku wirausaha. Termasuk para pioner wirausaha industri start up yang didukung oleh generasi milenial.
Kolaborasi Kementan dan Peragi diharapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dapat memberikan input positif pada pembangunan pertanian Indonesia. “Peragi jangan berhenti pada tataran teori. Peran dan kontribusi Peragi harus strategis dan implementatif. Kementan bagaimanapun membutuhkan input dan saran. Kita tidak bisa bekerja dan berjalan sendiri,” kata Syahrul dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (1/3).
Semangat yang sama juga menjadi inspirasi dalam pengukuhan 35 Pengurus Komisariat Daerah (Komda) Peragi Yogyakarta oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertani (BPPSDMP) sekaligus Ketua II Nasional Peragi, Dedi Nursyamsi di Yogyakarta.
“Samudra pembangunan pertanian kita terbentang sangat luas dan itu memerlukan uluran tangan para ahli agronomi Indonesia terutama yang tergabung dalam Peragi. Singsingkan lengan baju, kita harus benar-benar turun ke gelanggang untuk menggenjot produktivitas kita,” ujar Dedi.
Ciri-ciri pertanian maju, lanjut Dedi, adalah peningkatan produktivitas dan penerapan inovasi teknologi dan peran dari sarana, kebijakan, dan peran SDM. Ia berharap kepada Peragi sebagai wadah SDM yang berlatar belakang keilmuan dan kepakaran dapat memberikan kontribusi yang kongkrit.
“Peran agronomis tidak bisa diabaikan, oleh karena itu saya mengajak kepada seluruh pengurus dan anggota Peragi untuk menunjukkan bahwa Peragi dengan dasar keilmuan dan kepakarannya memberikan kontribusi yang kongkrit terhadap pembangunan pertanian kita. Harus ada kontribusi inovasi dan teknologi dari para agronomis,” tambah Dedi.
Ia juga berpesan agar seluruh anggota dan pengurus Peragi dapat memanfaatkan seluruh sumber daya dan peralatan yang ada di Yogyakarta ini.
“Pertanian bukan hanya on farm atau off farm. Tapi yang perlu kita garap adalah Sistem dari hulu hingga hilir, termasuk di dalamnya subsistem-subsitem kecil lainnya karena setiap subsitem saling berkaitan dan saling mendukung. Tidak mungkin pertanian akan maju jika sarana dan prasara, nursery, benih bermutu dan berkualitas tidak diurus dengan benar,” tutur Dedi.
Lebih lanjut ia juga tidak ingin Peragi bersifat ekslusif dan menjadi single fighter. Menurutnya kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi peran kunci untuk membangun pertanian nasional.
”Saya yakin dari segi kepakaran tidak diragukan lagi, namun yang perlu kita garisbawahi adalah kolaborasi dengan pihak lain. Peragi harus mempunyai hubungan yang mesra dengan petani, penyuluh, pemerintah daerah, dan pelaku usaha dari upstream, midstream, hingga downstream,” ujar Dedi.
Sementara pada kesempatan yang sama Ketua KOMDA Peragi Yogyakarta, Gatot Supangkat menyatakan bahwa pihaknya siap menjalankan tugas dan amanat yang sudah diberikan. “Tiga kunci utama kita bekerja yaitu Kebersamaan, kesungguhan, dan Keikhlasan selain itu juga dalam bekerja kita perlu Akseleratif, Kreatif dan Inovatif,” ujar Gatot. (OL-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved