Dinilai Prospektif, Hilirisasi Butuh Konsistensi Pemerintah

M. Ilham Ramadhan Avisena
09/12/2022 19:12
Dinilai Prospektif, Hilirisasi Butuh Konsistensi Pemerintah
Aktifitas pekerja di sebuah pabrik pengolahan.(MI/Anggoro)

PERISET dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, prospek hilirisasi sumber daya alam (SDA) dalam pipeline pemerintah oleh 23 perusahaan besar cukup menjanjikan. Hanya, manfaat besar dari rencana itu amat bergantung pada konsistensi serta dukungan pemerintah.

"Ini akan bergantung pada beragam hal, termasuk di dalamnya bagaimana perizinan di wilayah 23 perusahaan itu nantinya menggarap hilirisasi tersebut. Lalu bagaimana juga insentif dapat disiapkan oleh pemerintah pusat," ujar dia kepada Media Indonesia, Jumat (9/12).

Selain itu, koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait juga turut menentukan efektivitas dari pipeline hilirisasi tersebut. Hal-hal teknis yang dibutuhkan sekaligus mendukung kelancaran investasi mesti bisa diberikan oleh pemerintah.

Yusuf berpendapat, 23 perusahaan yang masuk dalam pipeline hilirisasi SDA Indonesia hingga 2026 sebagian besarnya merupakan pemain di sektor pertambangan, utamanya komoditas nikel. Hal ini menurutnya juga akan sejalan dengan keinginan pemerintah untuk mewujudkan ekosistem nikel yang lebih menyeluruh.

"Tentu dengan asumsi investasi ataupun hilirisasi yang akan masuk nantinya bisa menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi dari SDA nikel termasuk di dalamnya produk baterai kendaraan listrik yang selama ini memang menjadi target yang diusung oleh pemerintah," jelas Yusuf.

Namun harapan dari agenda hilirisasi mestinya tak berhenti di sana. Yusuf menilai, hilirisasi yang bakal dilakukan 23 perusahaan itu juga seharusnya memberikan dampak positif bagi perekonomian yang lebih luas lagi.

Itu berarti, hilirisasi SDA oleh 23 perusahaan itu tidak hanya sekadar output dari produksi hilirisasi, tetapi juga menyangkut penyerapan tenaga kerja lokal, hingga alih teknologi

Secara umum, lanjut Yusuf, agenda hilirisasi SDA yang dilakukan pemerintah sedianya telah berbuah manis. Ini dapat dilihat dari kinerja pertumbuhan ekonomi Maluku, wilayah yang memiliki industri smelter untuk hilirisasi nikel.

"Selama 2 tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi Maluku relatif tinggi, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Ini salah satu faktornya ini disebabkan proses hilirisasi ataupun pertambangan nikel yang berada di sana," pungkas dia.

Diketahui sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengungkapkan, ada 23 perusahaan yang masuk dalam pipeline hilirisasi nasional hingga 2026 dengan nilai mencapai US$30,9 miliar.

"Karena itu, perlu difokuskan pada percepatan perizinan izin agar pipeline bisa terwujud. Sudah kami inventarisasi ada sekitar US$30,9 miliar. Pipeline ini bukan hanya oret-oretan di atas kertas," kata dia dalam Forum Kemitraan Investasi 2022 di Jakarta, Rabu (7/12).

Adapun 23 perusahaan yang masuk dalam pipeline tersebut ialah Anugrah Barokah Cakrawala senilai US$453 juta, Adaro Alumunium Indonesia senilai US$2 miliar, Tongkum Petrochemical Indonesia senilai US$9,9 miliar di Kalimantan.

Lalu di Sulawesi mencakup HPAL Pomalaa (Vale-Ford-Huayou) senilai US$3,5 miliar, CNGR Pomalaa New Energy Materials senilai US$1,2 miliar, Zhongtsing New Energy senilai US$787 juta, QMB HPAL Expansion senilai US$777 juta, BTR Anode Project senilai US$478 juta, Chengkok Lithium Project senilai US$350 juta, dan IKIP HPAL Project senilai US$2,75 miliar.

Kemudian di Maluku, HPAL Sonic Bay (Eramet-BASF) senilai US$2,2 miliar, Huasan Nickel Cobalt senilai US$2,08 miliar, CNGR Xingquan New Energy senilai US$502 juta, CNGR Xingqiu New Energy senilai US$500 juta, CNGR Xinxin New Energy senilai US$488 juta, Niccle Metal Industry senilai US$460 juta, Maluku Utara Metal Industry senilai US$437 juta.

Lalu Jaman New Energy senilai US$428 juta, Chengmach Nickel Indonesia senilai US$424 juta, Universe Smelters Metal Industri senilai US$417 juta, Westrong Metal Industri senilai US$389 juta, Jade Bay Metal Industri senilai US$256 juta, dan Halmahera Persada Legend Expansion senilai US$1,2 miliar. (E-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya