Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PARA pelaku koperasi menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo, meminta agar Presiden Joko Widodo memerintahkan menteri atau kepala lembaga terkait untuk mencabut pasal-pasal tentang koperasi dari Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK), untuk kemudian dibahas tersendiri dalam RUU Perkoperasian sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Menurut mereka, menempatkan koperasi ke dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dimasukkan ke dalam sistem di sector keuangan dalam RUU PPSK adalah tindakan yang ceroboh, ahistoris atau berlawanan dengan sejarah, dan tidak bertanggung jawab.
"Sebab bukan hanya sekadar mengalihkan pengawasan koperasi ke OJK, tapi telah mengubah jatidiri koperasi itu sendiri sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (gotong royong) sesuai pasal 33 UUD 1945," kata mereka dalam keterangan pers, Rabu (30/11).
Surat terbuka tersebut disampaikan para pelaku yang tergabung dalam Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) yang ditanda tangani Presidium Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) HM Andy Arslan Djunaid, SE dan Ketua Umum Generasi Peduli Koperasi Indonesia Dr Iqbal Alan Abdullah, Selasa (29/11/2022). Pada Rabu (30/11/2022) forum ini juga melakukan RDPU dengan Komisi VI DPR RI membahas permasalahan yang sama.
“Kami meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak membiarkan koperasi dibawa ke individualisme dan kapitalisme, dan tercerabut dari asas, nilai-nilai, prinsip-prinsip dan jati dirinya seperti tercantum dalam UUD 1945, dan meminta agar urusan koperasi seluruhnya diatur dalam RUU Perkoperasian bukan dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK),” bunyi salah satu pokok pikiran dalam surat terbuka itu.
Baca juga: Aksi Kiriman Bunga Papan Penolakan RUU PPSK Hiasi Pagar Gedung DPR
Surat terbuka ini mewakili 2.204 Gerakan Koperasi di Indonesia dan melayani rakyat Indonesia sebanyak 30 juta orang, yang terlibat aktif dalam pergerakan koperasi di Indonesia, yang mengaku prihatin dengan pembahasan RUU PPSK yang berdalih sebagai solusi atas masalah 8-9 koperasi bermasalah dengan jalan yang justru akan mengkerdilkan koperasi itu sendiri.
“Namun penyelesaiannya bukan dengan mencabut ruh konstitusionalnya, tapi membenahi sisi pengawasannya di jalan yang diperuntukkan bagi Koperasi, bukan di OJK,” sambungnya.
Dalam membenahi pengawasan ini, para pelaku koperasi ini mengusulkan perlu dibangun sistem yang khas antara lain dengan melahirkan Lembaga atau Komisi Pengawas Koperasi dan menginisiasi pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi (LPS Koperasi) yang diatur lebih rinci di dalam RUU Perkoperasian, dan berada di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM.
Lembaga atau Komisi Pengawas Koperasi akan berperan sebagai pemegang otoritas pengawasan jasa koperasi sebagaimana OJK dalam perbankan, sedangkan LPS Koperasi sebagai lembaga penjaminsimpanan sebagaimana LPS dalam industri perbankan.
Begitu juga RUU Perkoperasian yang akan dibahas di Komisi VI DPR RI bersama pemerintah memuat pencegahan dan penanganan krisis koperasi atau ketentuan seperti UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan versi koperasi.
Lembaga atau Komisi Pengawas Koperasi terdiri dari unsur: a. Pemerintah / Pemerintah Daerah b. Dewan Koperasi dan/atau Asosiasi KSP yang sah. c. Akademisi dan/atau Praktisi bidang Perkoperasian . Lembaga Pengawas Koperasi atau Komisi Pengawas Koperasi ini ada di tingkat Nasional, tingkat Provinsi, dan tingkat Kabupaten/Kota, dimana ketentuan lebih lanjut tentang pembentukan Komisi Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Menurut Dr Iqbal Alan Abdullah, Lembaga atau Komisi Pengawas Koperasi dan LPS Koperasi ini merupakan satu paket dalam usulan untuk memperkuat koperasi yang harus dimasukkan ke dalam RUU Perkoperasian. Ini adalah bentuk dari internalisasi penyelesaian persoalan yang terkait koperasi oleh koperasi itu sendiri di dalam rumah Kementerian Koperasi dan UKM.
“Kita ingin semua ini diatur bukan dalam RUU PPKS sebab RUU PPKS ini adalah lebih kepada rezim perbankan dan sektor keuangan lainnya, bukan koperasi. Ini bukan sekadar suka atau tidak suka dengan OJK tapi ini sangat prinsipil menyangkut tadi apa yang kita sebut asas, prinsip, jadi diri,” ucap Iqbal Alan Abdullah.
Iqbal mengaku tidak sepakat dengan sentralisasi pengawasan di OJK. Pertama, kita tahu OJK itu sudah sangat kelebihan beban, sehingga yang terjadi harapan Presiden Jokowi agar mempermudah perizinan justru tidak terjadi. Apabila dipaksakan ke OJK, pengawasan tidak akan berjalan efektif.
Kedua, di banyak negara, pengawasan antara perbankan dengan koperasi itu memang berbeda. Sebagai contoh di Amerika Serikat dan sejumlah negara.
“Jadi kami meminta kepada Bapak Presiden Jokowi untuk dapat mencegah terjadinya penyimpangan memasukkan koperasi ke rezim pengawasan OJK," jelasnya.
"Karena hal itu salah, dan kita semua akan malu dengan para founding fathers kita yang mewariskan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sesuai pasal 33 UUD 1945 sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan kepada kita, dan kita tidak bisa mempertahankannya,” sambung Iqbal. (RO/OL-09)
Upaya pemberdayaan kewirausahaan, keuangan, dan kesiapan kerja telah memberikan dampak kepada lebih dari 9.700 siswa dari 50 SMA dan SMK di 14 kota/kabupaten di Indonesia.
Nilai pasti dari jumlah kerugian masih dalam proses penelaahan dan belum dapat dipastikan hingga seluruh proses investigasi internal diselesaikan.
Talkshow tersebut menyoroti peran penting keuangan digital dalam meningkatkan kemandirian ekonomi penyandang disabilitas.
Fundtastic bersama BPR Indomitra Pertiwi dan mitra keuangan Pintek, resmi menjalin kolaborasi strategis dengan Shipper, salah satu perusahaan teknologi logistik dan manajemen gudang.
DALAM kondisi ekonomi yang terus berubah dan tidak menentu, semakin banyak milenial Indonesia yang menghadapi tantangan dalam mengelola keuangannya.
Di tengah ekonomi dan pasar yang penuh ketidakpastian serta tren keuangan yang dinamis, menyusun strategi finansial menjadi sebuah tantangan tersendiri.
SINERGI yang baik antara koperasi dan pemerintah diyakini dapat menciptakan ekosistem ekonomi kerakyatan yang tangguh.
Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa pembentukan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia dirancang untuk mengatasi berbagai masalah struktural di desa-desa.
Hari Koperasi Nasional yang ke-78 nanti merupakan kebangkitan pergerakan koperasi ke depan.
Dalam buku tersebut tercatat 300 koperasi besar di Indonesia, dengan total aset mencapai Rp96,53 triliun atau 35,08% dari total aset koperasi nasional.
Dari aset semula Rp20 miliaran pada 2023, saat ini Koperasi Kana melampaui angka Rp100 miliaran pada tahun buku 2024.
Peluncuran buku berjudul 100 Koperasi Besar Indonesia digelar di Trans Hotel Seminyak Bali pada Kamis (19/6).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved