Kotagede, identik dengan kerajinan perak. Namun saat ini realitasnya sangat memprihatinkan, dimana produksi menurun drastis, bahkan banyak perajin perak beralih profesi. "Kita dihadapkan pada masalah kronis yaitu makin berkurangnya minat masyarakat menekuni kerajinan perak, tingginya harga bahan baku, dan tingginya pajak atas bahan baku dan produk kerajinan," kata perajin Dalmono Budisantoso saat menyanpaikan keluhannya kepada Menkom dan UKM AAGN Puspayoga di Yogyakarta, Jumat (14/2) kemarin. Menurut anggota Koperasi Produksi Pengusaha Perak Yogyakarta (KP3Y) ini, menurunnya produksi kerajinan perak terlihat dari penurunan permintaan bahan baku sejak beberapa tahun terakhir. Jika sebelumnya bahan baku mencapai 1 ton perbulan, dimana separuhnya untuk memenuhi kebutuhan koperasi, tetapi saat ini pasokan bahan baku hanya sekitar 200 kilogram perbulan.
Penurunan drastis itu, kat Dalmono, diantaranya disebabkan kebijakan yang diterapkan pemerintah dengan memberlakukan bea masuk bahan baku yang tinggi serta pengenaan pajak atas produksi kerajinan perak. Akibat beban biaya yang tinggi ini, banyak perajin beralih profesi, seperti jadi tukang bakso, dll. Ia memastikan, gairah perajin perak akan tumbuh jika kebijakan bea masuk pajak atas bahan baku dan pajak hasil kerajinan perak ini dihapus. "Kami minta bapak menteri membantu kami agar kebijakan mengenai hal ini segera dihapus. Ini kebijakan yang tidak adil," kata Dalmono. Ironisnya, kata dia, pemberlakukan pajak atas barang baku juga diterapkan untuk barang baku produk dalam negeri. "Harusnya, kita ini mendapat kemudahan dan perlindungan dari pemerintah, tapi ini justru dibebani biaya yang memberatkan," ungkapnya seraya menyatakan, zaman orde baru justru perajin mendapat subsidi.
Tidak adanya dukungan pemerintah ini menyebabkan produk kerajinan perak tidak kompetitif di pasar global, karena nilai jualnya menjadi sangat mahal. "Ancaman nyata saat ini adalah makin banyaknya produk impor sejenis beredar di pasar dalam negeri," kata perajin lainnya, Aristanto. Aristanto menambahkan, turunnya produksi juga disebabkan rendahnya minat generasi muda menekuni kerajinan perak, dan pada saat adanya permintaan, untuk memenuhi permintaan tersebut menjadi sulit dipenuhi. "Kita sulit memenuhi permintaan karena sumber daya dan regenerasi yang minim," paparnya. Menanggapi keluhan ini, Menkop dan UKM AAGN Puspayoga berjanji. akan menyampaikannya pada pihak terkait, terutama Kementerian Keuangan terkait dwngan pajak. "Ini bukan persoalan perajin di Kotagede saja, tapi perajin diseluruh Indonesia terkena dampaknya. Saya akan koordinasi di pusat," kata Puspayoga. Terhadap turunnya produksi akibat minimnya tenaga perajin atau regenerasi, Puspayoga memberikan solusi pelatihan kepada warga masyarakat. "Kementerian siap membantu agar kelangsungan budaya leluhur ini tetap ada," katanya. Meski pelatihan bukan salah satu faktor turunnya produksi, Puspayoga menyarankan, perlunya kreasi dan modifikasi produksi kerajinan, seperti masalah desain yang perlu mengukuti tren. Selain itu, kementerian akan memberikan jalan bagi akses perbankan. Dalam kunjungan hari pertama di Yogyakarta, Menkop juga mengunjungi Koperasi BMT Bina Ihsanul Fikri, Koperasi Pasar Buah Gema Ripah, dan diakhiri silaturahmi dengan Gubernur DIY Sultan HB X.