Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Target Pertumbuhan 2023 Dinilai Terlalu Optimistis

M. Ilham Ramadhan Avisena
24/5/2022 16:50
Target Pertumbuhan 2023 Dinilai Terlalu Optimistis
Sejumlah kendaraan melintas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (14/5).(Antara)

PEMERINTAH dinilai terlalu optimistis dalam menargetkan angka pertumbuhan ekonomi 2023 yang berada di kisaran 5,3% hingga 5,9%. Pasalnya ketidakpastian yang timbul dari faktor eksternal seperti tren pelambatan ekonomi dua negara mitra dagang yakni Tiongkok dan Amerika Serikat diperkirakan akan berlanjut tahun depan.

Demikian disampaikan anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fauzi H. Amro saat bertindak sebagai Juru Bicara Fraksi NasDem dalam Rapat Paripurna ke-23 tentang Penyampaian Fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2023 di Gedung DPR, Selasa (24/5).

"Kami memandang bahwa target pertumbuhan ekonomi terlalu optimis, karena ada pelambatan pertumbuhan pada dua negara mitra dagang utama Indonesia yaitu Tiongkok dan Amerika," ujarnya.

Fauzi menyampaikan, dua negara tersebut berperan cukup besar pada kinerja dagang Indonesia dan perekonomian secara menyeluruh. Di 2021, misalnya, ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai US$3,51 miliar, atau 19,25% dari total ekspor nasional. Sedangkan nilai impor dari Negeri Tirai Bambu tercatat US$5,8 miliar, setara 36,55% dari total nilai impor.

Sementara ekspor Indonesia ke Amerika Serikat menyentuh US$2,6 miliar dan impor senilai US$944,8 juta. Nilai transaksi dagang itu disebut menurun akibat pelemahan ekonomi di dua negara tersebut. "Tentu menjadi ancaman serius bagi ekonomi Indonesia mengingat besarnya transaksi ke dua negara tersebut," kata Fauzi.

Hal senada juga disampaikan juru bicara Fraksi Gerindra Sri Meliayana. Pemerintah dianggap terlalu optimistis lantaran ketidakpastian dari konflik Rusia-Ukraina diperkirakan masih akan membayangi kondisi perekonomian di 2023.

Karenanya, target pertumbuhan yang dipatok pemerintah dianggap berlebihan. Apalagi 2022 yang menjadi acuan hitungan dasar di tahun depan juga masih diselimuti ketidakpastian global.

"Tahun 2022 sebagai baseline RAPBN 2023 masih dipenuhi ketidakpastian akibat melonjaknya angka inflasi global, pengetatan moneter oleh bank sentral AS, dan belum redanya tensi geopolitik akibat konflik Rusia dan Ukraina," kata Meliyana.

Dia menambahkan, kondisi perekonomian global telah mendorong International Monetery Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2022 dari 4,4% menjadi 3,6%, dengan inflasi yang diperkirakan meningkat dari 3,9% menjadi 5,7% untuk kelompok negara maju, dan dari 5,9% menjadi 8,7% untuk kelompok negara berkembang.

Sedangkan juru bicara Fraksi PDIP Dede Indra Permana mendorong agar pemerintah tetap melakukan intervensi kebijakan di tahun depan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Intervensi tersebut dapat dilakukan melalui program maupun kebijakan yang mampu mendorong produktivitas sektoral.

Sebab, terdapat lebih dari 65% share PDB lapangan usaha yang berkaitan dengan kebijakan di kementerian/lembaga. "Karenanya pertumbuhan ekonomi membutuhkan intervensi pemerintah," kata Indra.

Dia juga mendorong pengambil kebijakan melaksanakan reformasi dan konsolidasi fiskal dengan terukur. Optimalisasi pendapatan negara mesti dilakukan melalui peningkatan kinerja penerimaan pajak. Ini dapat dilakukan melalui percepatan penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Diketahui, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3% hingga 5,9% dalam KEM-PPKF RAPBN 2023. Sedangkan inflasi ditargetkan berada di kisaran 2% hingga 4%, nilai tukar rupiah Rp14.300 hingga Rp14.800 per dolar AS, tingkat suku bunga SBN tenor 10 tahun 7,34% hingga 9,16%, harga minyak mentah Indonesia US$80 hingga US$100 per barel, lifting minyak bumi 619-680 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1,02-1,1 juta barel setara minyak per hari. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya