Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Memasuki kuartal II 2016, realisasi pertumbuhan kredit kembali melambat. Catatan Bank Indonesia (BI), per April lalu pertumbuhan kredit hanya 7,7% year on year (yoy) atau turun dari realisasi Maret 8,4% (yoy). Padahal, laju kredit tahunan pada Maret itu relatif naik dari bulan sebelumnya, 8,2%.
'Posisi kredit perbankan pada akhir April 2016 Rp4.036,3 triliun atau tumbuh 7,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit terutama terjadi pada Kredit Modal Kerja (KMK),' demikian ungkap BI dalam Analisis Perkembangan Uang Beredar (M2) April 2016, kemarin.
Adapun kredit dalam laporan itu tidak memperhitungkan instrumen keuangan yang disamakan dengan pinjaman, seperti surat berharga, maupun kredit yang disalurkan kantor bank umum di luar negeri, serta kredit bagi pemerintah dan bukan penduduk.
Ekonom Josua Pardede menduga, deselerasi kredit kali ini dipengaruhi konsumsi dan sektor riil yang belum pulih. "Tren melambatnya pertumbuhan kredit tersebut juga menunjukkan korporasi masih mengalami stagnansi atau belum melakukan ekspansi," tuturnya saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Kondisi itu, menurutnya, tentu tidak biasa mengingat April merupakan bulan pertama di kuartal dua yang diharapkan bisa lebih baik dari kuartal satu seiring terserapnya anggaran pemerintah. Ditambah, ada faktor suku bunga kredit yang mulai turun pasca pelonggaran moneter yang dilancarkan Bank Sentral. Dari data BI, pada April 2016, rata-rata suku bunga kredit sebesar 12,60% atau turun 10 basis poin (bps) ketimbang bulan sebelumnya.
"Tapi, saya pikir rencana BI untuk melonggarkan kebijakan makroprudensialnya diharapkan dapat mendorong permintaan kredit, dan ada ekspektasi dampak penurunan BI rate terhadap daya beli masyarakat yang mulai pulih pada semester II," imbuh Josua.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengemukakan, pihaknya membuka peluang untuk melonggarkan aturan pembiayaan perumahan, dengan penyesuaian kembali rasio pembiayaan perbankan terhadap nilai agunan (loan to value/LTV).
BI masih mengkaji apakah pelonggaran tersebut dengan menaikkan kembali rasio LTV sehingga uang muka untuk kredit pemilikan rumah (KPR) menurun, atau memperluas skema pembiayaan inden yang saat ini hanya diperbolehkan untuk pembelian rumah pertama.
Pada November 2015 lalu, BI sudah menaikkan porsi LTV sebagai pelonggaran makroprudensial menjadi 80% dari 70%. Dengan begitu, uang muka yang perlu disetor nasabah turun dari 30% menjadi 20% dari harga rumah.
"Sekarang sedang pembicaraan dengan industri dan diharapkan bisa difinalisasi tahun ini," ujar Agus. Ia mengakui, pelonggaran kebijakan LTV juga untuk memacu permintaan kredit yang kini hanya tumbuh di kisaran 8%. (Fat/Ant/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved