Literasi Keuangan Rendah Buat Masyarakat Salah Paham dengan Fintech

Mediaindonesia.com
01/12/2021 10:59
Literasi Keuangan Rendah Buat Masyarakat Salah Paham dengan Fintech
Bisnis akan tumbang tanpa ada teknologi. Karenanya, teknologi menjadi nyawa bagi perkembangan bisnis.(DOK UPN Veteran Jakarta.)

UNIVERSITAS Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta menyelenggarakan kegiatan Bedah Buku Ekosistem Fintech Di Indonesia, Selasa (30/11). Kegiatan yang terbuka untuk umum ini bertujuan mengedukasi peserta webinar mengenai literasi keuangan. Bedah buku kali ini dipandu oleh CEO Nexus Risk Mitigation & Strategic Communication. Hadir pula beberapa pemantik jempolan, yakni Triyono Gani, Prof Ilya Avianti, dan Prilly Latuconsina.

"Banyak penduduk Indonesia yang masih belum tersentuh jasa keuangan membuka peluang bagi industri jasa keuangan berbasis teknologi informasi atau fintech," ucap Dianwicaksih Arieftiara, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jakarta. Dian menambahkan, terdapat pula tantangan bagi fintech berkembang di Indonesia. Kurangnya literasi keuangan masyarakat membuat mereka salah paham dengan hakikat dari fintech.

Sepakat dengan pernyataan Dian, Prilly Latuconsina--salah satu entrepreneur muda--mengungkapkan bahwa Indonesia menduduki peringkat terendah dalam literasi keuangan di antara negara ASEAN. Bukti yang sangat terlihat yakni saat awal pandemi covid-19 melanda di Indonesia, sehingga seluruh kegiatan ekonomi Indonesia lumpuh.

Penting dalam memahami fintech, Prilly menyoroti manfaatnya di era modern saat ini. Pertama, dapat meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air. Kedua, membantu pelaku bisnis memperoleh modal usaha. Ketiga, memberikan kemudahan layanan finansial. Keempat, menambah referensi pinjaman berbunga rendah bagi masyarakat. Terakhir, mendukung taraf hidup masyarakat jadi lebih baik.  

Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad Ilya Avianti menyampaikan perkembangan fintech di Indonesia. Ini bermula dari komputer yang berfokus pada hasil mengolah data biasanya dikenal dengan sistem manajemen informasi. Kemudian bisnis bergerak begitu cepat, karena perubahan yang sangat eksponensial dari teknologi. Setelah itu, hadirlah digitalisasi sebagai penggerak utama dalam perekonomian. Ini terbukti saat e-commerce yang bertumbuh cepat di masa pandemi.

"Bisnis akan tumbang tanpa ada teknologi. Karenanya, teknologi menjadi nyawa bagi perkembangan bisnis," tambah Ilya, penulis Buku Ekosistem Fintech Di Indonesia.

Ilya juga menyampaikan bahwa fenomena fintech di Indonesia ditunjukkan dengan penggunaan paylater yang sudah dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat, geliat ekonomi digital di era pandemi, dan bertumbuhnya peer to peer (P2P). Hadirnya fintech membawa beberapa harapan bagi perkembangan aspek keuangan di Indonesia, yakni mengubah governance menjadi lebih baik, mendorong inklusi keuangan. "Dengan demikian masyarakat dapat memiliki akses ke berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, lancar, dan aman," kata Ilya.

Di sisi lain, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono Gani menjelaskan bahwa terdapat ekosistem dalam aspek keuangan. Kita tidak dapat mengelak bahwa sudah ada pemain-pemain awal dalam suatu ekosistem. Apabila terdapat pendatang baru, ia harus menyesuaikan. Permasalahannya yakni ia diterima atau tidak.  

"Walaupun fintech prinsip dasarnya sebagai penyedia jasa keuangan, tetapi fintech tetaplah pendatang baru. Karenanya, fintech sebagai pendatang baru harus berperilaku baik supaya tidak diperangi, dikucilkan," tambah Triyono.

Triyono menekankan bahwa sangat penting untuk menata pembagian governance. Saat ini OJK berusaha melakukan pemisahan dan pemilahan supaya tidak terjadi disrupsi. Meskipun demikian, tidak dihindarkan untuk beberapa area akan menimbulkan irisan tiap industri jasa keuangan. "OJK sangat mendukung kolaborasi dan menentang head to head competition," ucap salah satu penulis Buku Ekosistem Fintech Di Indonesia itu. (RO/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya