Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
TINGKAT inflasi rendah yang cukup konsisten belakangan ini ditengarai lebih disebabkan pelemahan permintaan akibat masih melambatnya laju pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, pemerintah tetap harus memanfaatkan momentum tersebut untuk memberikan stimulus perekonomian.
"Kalau dari historis, dengan asumsi inflasi rendah tapi mengejar pertumbuhan tinggi susah tercapai. Namun, dampak langsung dari inflasi rendah biasanya ke penurunan tingkat bunga. Momentum ini harus dimanfaatkan," terang peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat UI, I Kadek Dian Sutrisna, saat menanggapi pengumuman Badan Pusat Statistik tentang tingkat inflasi Maret 2016 di Jakarta, Jumat (1/4).
Dalam konferensi pers sebelumnya, Kepala BPS Suryamin membeberkan inflasi Maret 2016 sebesar 0,19% (month to month/mtm) dan 4,45% (year on year/yoy).
Inflasi inti tercatat mencapai 0,21% (mtm) dan 3,5% (yoy).
Menurutnya, inflasi pada Maret tergolong terkendali sejak lima tahun terakhir.
"Terkendalinya inflasi setiap tahun pada Maret itu karena besarannya di bawah 1%. Hanya 57 kota yang sedikit mendekati besaran 1%," urainya.
Dari sisi kontribusi inflasi inti, komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) mengalami deflasi 0,35% (mtm) serta deflasi 1,64% (yoy). Berbeda dengan komponen volatile food yang mencatat inflasi 0,75% (mtm) dan 2,47% (yoy).
Suryamin mengungkapkan inflasi komponen inti pada Maret 2016 yang mencapai 0,21% terjadi karena penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang turun secara bertahap sampai 6,75%.
"BI rate sudah terbukti pengaruh ke komponen inti juga ke biaya produksi karena pembiayaan bank cicilannya turun dengan bunga yang turun," ungkapnya.
Di sisi lain, akibat panen raya, nilai tukar petani (NTP) secara keseluruhan ikut terjembap.
NTP pada Maret 2016 turun 0,89% dari Februari 2016.
Penurunan itu terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 0,22%, sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik 0,68%.
Artinya, beban petani kian berat karena pendapatan tidak sebanding dengan biaya produksi.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menilai pemerintah dan pengusaha harus bersama-sama membenahi sistem distribusi kebutuhan pokok agar harga lain terkontrol dan petani bisa merasakan penurunan harga gabah dan beras.
"Masalahnya memang di distribusi. E-commerce mestinya bisa perbaiki distribusi karena petani bisa jual ke konsumen langsung," ujarnya.
Akses lahan
Pada kesempatan lain, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Ferry Mursyidan Baldan menyebut tingkat kesejahteraan petani sangat bergantung kepada besaran lahan yang dikelola.
Untuk itu pemerintah terus berupaya memberikan kepastian akses tanah kepada masyarakat.
"Orang Indonesia harus memiliki akses tanah di tanah airnya sendiri," ujarnya saat membuka Agrinex Expo di Jakarta, Jumat (1/4).
Senada, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyatakan salah satu yang membuat sektor pertanian masih terpuruk dan petani hidup dalam kesulitan ekonomi ialah faktor lahan.
Saat ini lahan untuk pertanian pangan di Tanah Air kalah luas ketimbang lahan perkebunan.
Lahan sawah untuk tanaman padi hanya 8 juta hektare, sedangkan lahan kebun kelapa sawit 12 juta hektare.
"Vietnam saja yang penduduknya 60-an juta jiwa, luas lahan sawah padinya hampir 4 juta hektare. Mestinya lahan untuk pangan lebih luas daripada perkebunan," ujar Henry saat dihubungi, Jumat (1/4).
(Jes/Dro/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved